Indonesia bukan negeri Islam, ungkapan itu memang benar karena kebinekaan itu terlihat dari 5 agama yang diakui di negara kepulauan tersebut. Tapi Jakarta kini disulap menjadi kota yang penuh dengan majelis taklim. Nurul Musthofa dan Majelis Rasulullah adalah dua dari majelis yang terkenal di Jakarta. Kedua Majelis tersebut diisi baik oleh remaja maupun orang tua. Antusiasme pemuda-pemudi mengikuti acara tersebut karena meriah dan banyak melantunkan shalawat mengharap syafaat nabi Muhammad SAW. Terlihat seperti karnaval memang setiap kedua majelis tersebut diadakan. Mulai dari Baliho yang dipampang di jalan raya hingga bendera warna-warni. Tak luput pedagang kaki lima yang menjual berbagai pernak-pernik simbolisasi umat muslim seperti peci, baju koko, syal, dan foto habaib.
Acara Majelis Nurul Musthofa dan Majelis Rasulullah biasanya dimulai dengan membaca riwayat nabi yang sering disingkat Rawi. Acara puncaknya yaitu ketika mahlul qiyam yaitu penghormatan kepada perjuangan nabi Muhammad. Betapa prestis dan estetisnya ketika jamaah berdiri dengan tangan ala berdoa sambil mengharap berkah. Nilai filosofisnya dari mahalul qiyam yaitu bahwa semua umat muslim dimata Allah sama kecuali kadar iman dan taqwanya. Setelah itu acara majelis diisi oleh tausiyah dari para habaib dan ulama.
Pro-kontra sering kali terjadi lantaran majelis-majelis ini setiap kali mengadakan event. Bisa dikatakan fifty-fifty antara pro-kontra. Banyak pihak yang pro mengatakan bahwa perlunya majelis-majelis ini untuk membentuk karakter religi kepada pemuda-pemudi yang ada di Jabodetabek. Sedangkan pihak yang kontra mengatakan adanya majelis seperti ini merepotkan dan memacetkan jalan dengan banyaknya pemuda dan pemudi yang memakai bahu jalan dalam mengikuti pengajian. Sehingga apakah dengan kuantitas yang banyak dalam mengikuti majelis menjamin kualitas intelektual muslim dalam menjawab tekanan orientalis.
Pro-kontra sering kali terjadi lantaran majelis-majelis ini setiap kali mengadakan event. Bisa dikatakan fifty-fifty antara pro-kontra. Banyak pihak yang pro mengatakan bahwa perlunya majelis-majelis ini untuk membentuk karakter religi kepada pemuda-pemudi yang ada di Jabodetabek. Sedangkan pihak yang kontra mengatakan adanya majelis seperti ini merepotkan dan memacetkan jalan dengan banyaknya pemuda dan pemudi yang memakai bahu jalan dalam mengikuti pengajian. Sehingga apakah dengan kuantitas yang banyak dalam mengikuti majelis menjamin kualitas intelektual muslim dalam menjawab tekanan orientalis.
0 Komentar