Mayoritas muslim di dunia adalah Indonesia. Semua negara meng-iakan kalimat tersebut. Akan tetapi hal itu didekstuktifkan oleh kaum muslim Indonesia itu sendiri. Mulai dari penghilangan karakter atau identitas islam itu sendiri hingga bersikap tidak acuh terhadap kandungan kitab sucinya. Kata Inalillah aku ucapkan ketika aku mengetes seorang siswa muslim SMU dalam membaca al-Quran, lalu dengan lantangnya ia berkata "aku tidak bisa". Miris hati ini rasanya melihat seorang muslim yang sudah mengerti soal benar dan salah malah ia tidak tahu huruf hijaiyah. Mau kemana wahai kaum muslim. Apa kita tinggal diam saudaraku.
Mulai dari diri sendiri. Mencintai apa yang dicintai Allah dan rasulNya. Banyak dari teman-teman kita yang beranggapan bahwa mencintai pekerjaan sunnah dan identitas islam adalah arabisme. Anggapan itu mengkerdilkan diri sendiri. Malahan dengan kita mencintai hal tersebut islam akan menjadi kokoh dan tidak akan rapuh. Kerapuhan muslim sudah terlihat dengan adanya aksi paling benar di dalam sekte atau mazhabnya. Islam itu satu saudaraku. Tidak terkotak-kotak. Pengkotak-kotakan itu salah satu khazanah sunnah yang timbul supaya kita lebih legowo menerima pendapat orang lain. Jangan merasa diri paling benar. Sungguh kebenaran hanya milik Allah.
Saling share atau berbagi merupakan tonggak kebersatuan umat muslim. Jauhkan perbedaan. Karena islam terbangun atas pondasi kebersamaan dalam khazanah furuiyah. Perdebatan furuiyah boleh saja terjadi asalkan dicari titik solusi untuk menghadapi furuiyah itu sendiri. Menerima furuiyah dari sekte lain salah satu proses pendewasaan kaum muslim. Jangan perbesar furuiyah yang nantinya timbul fitnah antar sesama. Kita perlu kesatuan dan persatuan di dalam internal islam. Dengan kita bersatu akan ada satu ketakutan bagi zionis-zionis yang ingin mengadu domba sesama muslim. Semangat bersatu Islam ku.
By : Muhammad Yusuf Aidid
0 Komentar