Ritme kehidupan ini penuh liku. Bayangan semu selalu hadir dari sekedar khayal seorang manusia. Kadang kita ingin berjubah seperti nabi Sulaiman. Dengan tahta megah, dan segenap balatentara yang dimilikinya. Semua akan lenyap apabila kita menjalaninya dengan penuh keangkuhan. Ingatkah kisah qarun yang begitu megah dengan berlimpah emas. Tapi dengan kekayaaanya nafsu su'nya timbul ditengah-tengah jiwanya. Seolah-olah harta yang dimilikinya bersumber dari jerih payahnya sendiri dan bukan campur tangan Tuhan. Tipu dunia menjadi ibesar apabilla kita mengenggamnya kuat-kuat. Justru sebaliknya, hidup ini menjadi indah(lapang) apabila agama menjadi sumber kekuatan dirinya,
Sebutir nasi sangat berharga bagi semut yang berjalan. Walau sang semut punya rezeki tersendiri dari Tuhannya. Semua manusia telah digaris oleh sang khalik untuk menjadi baik atau buruk. Kebaikan datang atas dasar agama. keburukan datang atas dasar nafsu semata. Tekan nafsu dengan ibadah. Karena ibadah mengontrol keihsanan manusia di dalam menjalani permainan dunia. Sayyidina Zaenal Abidin merupakan sosok yang gemar ibadah. Bukan hanya ibadah hakiki melainkan ibadah majazi. Ibadah hakiki adalah ibadah manusia kepada Tuhannya dalam rangka satu tanda syukur atas nikmat yang diberikannya. Adapun taraf ini terbagi dua ibadah yang wajib dan ibadah mahdah (sunah). Dari ibadah ini akan mengeluarkan output ketawadhuan seseorang dalam menginjak kaki di bumi. Sedangkan Ibadah Majazi adalah ibadah selain rutinitas dari penyembahan kepada sang rabbi. Misalnya dengan kita membantu sesama muslim untuk satu rasa simpati kita. Adapun membantu orang lain jangan diidentikan dengan uang. Membantu tenaga dan pikiran merupakan bantuan yang perlu diberikan kepada orang lain sebagai jalan solusi yang diperlukan.
Tertatih jalan hidup seorang kufur. Tersenyum jalan hidup seorang muslim. Dua kehidupan yang paradoks untuk dicermati. Seorang kufur hanya melihat realita kehidupan dengan kemewahan diri. Berjalannya dengan memicingkan keadaan orang lain. Menikmati kenikmatan duniawinya hanya untuk dirinya padahal ada nikmatnya yang harus bagi kepada orang yang membutuhkan. Sedangkan hidup seorang muslim melihat realitas hidup dengan kesederhanaan. Setiap jalannya diiringi zikir dan mengucapkan salam jika bertemu seseorang. Selalu berbagi kepada sesama ciri khas yang selalu ditimbulkan dalam jiwanya. Sebagaimana sayyidina Husein yang murah tangannya dalam berbagi kepada sesama.
0 Komentar