Hadramaut
sebuah desa kecil yang ada di Yaman. Kurang lebih berpenduduk 1,8 Juta Jiwa.
Penduduk Hadramaut dibentuk dari empat golongan yang berbeda : golongan Sayid, suku-suku,
golongan menengah, golongan budak.[1]
Sayyid adalah seseorang tokoh yang
dikenal sebagai keturunan dari nabi. Sebagai suatu kelompok, sayyid terbagi dalam
dua klasifikasi. Pertama ialah penguasaan bacaan dan pengetahuan mengenai
syariat. Kedua ialah atribut elusive (abstrak) yang disebut barakah, cahaya
keselamatan ketuhanan yang dipercaya hadir pada kedudukan seorang syarif. Di
samping itu setiap orang sama-sama menangani perdagangan, keluarga para syarif melakukan fungsi-fungsi yang
multiple sebagai pejabat kota, hakim, sekertaris, mediator politik, pengajar
Sufisme, pekerja yang patut menjadi teladan, dan penentu umum bagi kedudukan
Islam dari masyarakat dan pemerintahannya.[2]
Van Der Berg mengatakan bahwa golongan
Sayyid adalah keturunan al-Husain, Cucu Muhammad, mereka bergelar Habib (Jamak:
Habaib). Dan anak perempuan mereka Hababah. Mengenai golongan syarif (jamak
Asyraf), artinya keturunan al-Hasan, cucu Muhammad yang lain, jarang yang
tinggal di Hadramaut. [3]
Golongan Sayid sangat besar jumlah
anggotanya di Hadramaut, mereka membentuk kebangsawanan beragama dan sangat
dihormati, sehingga secara moral sangat berpengaruh pada penduduk. Mereka
terbagi dalam keluarga-keluarga (qabilah) dan banyak di antaranya yang
mempunyai pimpinan turun menurun yang bergelar munsib. Para munsib berdiam di
lingkungan keluarga yang paling besar atau di tempat asal keluarganya.
Misalnya, para munsib berdiam di
lingkungan keluarga yang paling besar atau di tempat asal keluarganya.
Misalnya, keluarga bin Yahya mempunyai munsib di al-Goraf, keluarga al-Muhdar
mempunyai munsib di al-Khoraibah, keluarga al-Haddad di al-Hawi, keluaga Aqil
bin Salim di al-Qaryah, keluarga al-Jufri di Asbah, keluarga al-Habsyi di Khala
Rasyid dan keluarga bin Ismail di Taribah. Keluarga al-Aidrus milliki lima
Munsib yang berkediaman di al-Hazm, Baur, Salilah, Sibbi, dan al-Ramlah;
keluarga Syekh Abu Bakr memiliki dua munsib yang berkediaman di Inat sedangkan
pemimpin al-Atatas juga ada dua, yang satu berdiam di al-Masyhad dan yang lain
ada di al-Horaidah. Semua munsib diakui sebagai pemimpin agama oleh suku-suku
yang tinggal disekitar kediaman mereka.[4]
Umumnya para Sayyid dikenal sebagai
ulama yang paham tentang Islam sehingga banyak dari mereka yang menjadi guru,
mubaligh, da’i yang berpengaruh dan dihormati oleh masyarakat. Mereka juga
sering berperan sebagai penengah dalam konflik antar suku, karenanya banyak
dari golongan sayyid diangkat menjadi qadi.[5]
Suku-suku (qabilah, jamak: qabail) adalah bagian yang paling
menarik dari populasi hadramaut. Sebenarnya mereka membentuk kelas yang dominan
dan semua laki-laki dewasa menyandang senjata. Pada Mulanya mereka berkelompok
dalam keluarga-keluarga (Fakhilah, Jamak; Fakhail) yang terpisah, terdiri dari
beberapa cabang (jama’ah). Para anggota suku disebut qabili (jamak: qabail).
Jika kita hendak menyebutkan nama suku atau nama keluarga, maka kita taruh di
depan namanya kata banu (putra), Al
(rakyat), atau bait (rumah). Misalnya Banu Sannak, Al Kasir, Bani Kindah, kaum
Awamir ( Jamak dari Amiri).[6]
Golongan menengah adalah penduduk
bebas, baik di kota maupun di desa. Mereka bukan anggota suku mana pun, bukan
pula sayyid dan tidak menyandang senjata. Di Pundak merekalah kekuasaan para
penguasa daerah diterapkan. Mereka terdiri dari pedagang, pengrajin, petani,
pembantu.[7]
Menurut Abdurrahman Assegaf, kepala
Museum Saiwun (April 2009), golongan ini berasal dari suku yang kalah perang
ratusan tahun yang lalu di masa suku-suku masih sering saling menaklukan. Si
Penakluk bebas memperkerjakannya dengan kewajiban harus melindungi mereka
secara hukum. Mereka umumnya bekerja sebagai:[8]Qarwi, yang bekerja sebagai pedagang, industry kecil,
pengrajin, pekerja rendah, guru, tukang bangunan dan sebagainya.Ja’il, yang bekerja sebagai pelayan, pesuruh, penjaga
rumah, penggembala, penjaga kabun, dan sebagainya. Abid, budak belian yang melakukan pekarjaan berat,
pekerjaan kotor, seperti membersihkan WC, memandikan dan menguburkan jenazah. Sabi’, penghibur seperti penyanyi, penari, ,
pelawak, dan sebagainya.
Keluarga
golongan menengah bergelar Syekh adalah keluarga Bafadl, Bahomaid, Baharmi,
Bawazir, Basyo’aib, Bamozahim, Ba’abad, bin Khatib, dan Zabdah. Keluarga
Bahomaid dan Baraja adalah turunan Ansar (jamak dari Nasir) yang berarti
penduduk Madinah, merupakan orang pertama yang memeluk agama Islam. Keluarga Bafadhal
keturunan ahli hukum dan teologi terkenal, sedangkan asal-usul keluarga yang
lain tidak pasti.[9]
Pada
suku Badui tidak terdapat aturan-aturan yang dapat disebut pelaksanaan hukum.
Mereka memiliki beberapa adat yang
dipatuhi karena para pemimpinnya sehingga satu-satunya patokan mereka adalah
kepentingan dan kesadaran akan kelemahan mereka sendiri.
[1]
Van Den Berg, Orang Arab Di Nusantara, Jakarta: Komunitas Bambu, 1989, hlm. 33
[2]
Ross E Dunn, The Adventures of Ibnu Battuta, A Muslim Traveler of the 14th
Century, Los Angeles: University, 1995, hlm. 138-139
[3]
Van Den Berg, Orang Arab Di Nusantara, Jakarta: Komunitas Bambu, 1989, hlm. 33
[4]
Van Den Berg, Orang Arab Di Nusantara, Jakarta: Komunitas Bambu, 1989, hlm. 34
[5]
Madjid Hasan, Nabi Nuh dan Orang Hadramaut, Jakarta: Bania Publishing, 2010,
hlm. 198
[6]
Van Den Berg, Orang Arab Di Nusantara, Jakarta: Komunitas Bambu, 1989, hlm. 35
[7]
Van Den Berg, Orang Arab Di Nusantara, Jakarta: Komunitas Bambu, 1989, hlm. 38
[8]
Natalie Mobini Keseh, Hadrami Awakening, Kebangkitan Hadhrami di Indonesia,
Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2007, hlm. 21
0 Komentar