Zuhud berasal dari kata
zahada yang artinya benci dan meninggalkan sesuatu. Zuhud secara terminologi meninggalkan
pekerjaan-pekerjaan dunia, memutuskan hubungan-hubungan dunia, dan meninggikan kesulitan-kesulitan perintah Ilahi.[1]Pengertian tersebut
mengindikasikan bahwa zuhud yaitu sikap sufi yang mengganggap dunia adalah
permainan dan tempat untuk mencari kebenaran sejati melalui pendekatan kepada
Ilahi. Sebagaimana Firman Allah:
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ
الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Dan
tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan
sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka
tidakkah kamu memahaminya?(QS:
Al-An’am:32)
Imam Hasan al-Bashri menyatakan bahwa dunia adalah
kenikmatan yang menipu serpeti hijaunya taman dan anak-anak kecil bermain di
dalamnya. Al-Syekh Abu Thalib al-Makiy R.A berkata bahwa dunia adalah kenikmatan
yang menipu bagaikan kata bangkai yang sudah busuk.[2] Hal itu bersesuaian dengan
Firman Allah:
وَمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Kehidupan
dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS: Ali Imran:185)
Abu Usman al-Maghribi (w.373H)
mengatakan bahwa zuhud yaitu engkau meninggalkan dunia seutuhnya dan jangan
engkau memikirkan dengan siapa kau akan mengambil manfaatnya. Sedangkan Imam
al-Qusyairi mengatakan bahwa zuhud yaitu menekan hawa nafsu dari dunia dan
tanpa dunia menjadi beban hidupmu.[3]
Para sufi sepakat bahwa zuhud
merupakan sikap penting bagi sesorang. Karena intinya pada maqam ini mengajarkan
bahwa cinta dunia pangkal daripada kerusakan. Kecintaan pada dunia menyebabkan
manusia akan meninggalkan ibadah kepada Tuhan-Nya. Selain itu jika manusia
sudah meninggikan dunia maka ia akan memiliki sifat sombong, ujub, dan takabur.
[1]
Abdurrazaq Al-Qasami, al-Istilahat al-Sufiyah, (Lebanon: Dar al-Kutub
al-Islamiyah, 2012), h. 103
[2]
Imam Abdullah al-Haddad, Risalah al-Muawanah
wa al-Mazaharah wa al-Muazarah, ( Jakarta: Dar al-Kutub
al-Islamiyah, 2010), h.140
[3]
Imam Qusyairi, Al-Risalah Al-Qusyairiyah, (Jakata: Dar al-Kutub
al-Islamiyah, 2011), h.153
0 Komentar