Piagam Madinah
yang juga dikenal dengan istilah Perjanjian Madinah, Dustur Madinah, dan
Shahifah Al-Madinah, merupakan kesepakatan damai sekaligus draft
perundang-undangan yang mengatur kemajemukan komunitas dan berbagai sektor
kehidupan Madinah, mulai dari urusan politik, sosial, hukum, ekonomi, hak asasi
manusia, kesetaraan, kebebasan beragama, pertahanan, keamanan, dan perdamaian.[1]
Piagam
tersebut merupakan konstitusi dengan nilai-nilai humanisme yang ditegakkan oleh
Rasulullah. Tujuannya yaitu menciptakan ketentraman, kerukunan, dan kedamaian
pada masyarakat plural di madinah. Pada saat itu Madinah berasal dari tiga
kelompok yang berbeda yakni muslim dari kaum Muhajirin dan Anshor sebagai kaum
mayoritas, non muslim dari suku Aus dan Khazraj yang belum masuk Islam sebagai
kaum minoritas, dan kelompok Yahudi.[2]
Konstitusi
tersebut merupakan konstitusi yang pertama di dunia, terdiri dari 47 pasal.
Antara lain: mengatur persaudaraan sesama umat manusia, pertahanan bersama,
persaudaraan umat manusia, pertahanan bersama, perlindungan terhadap minoritas,
pembentukan suatu umat atau bangsa, dan aturan-aturan lain yang lebih lengkap.
Sebagai contoh dapat dikemukakan Pasal 1 tentang pembentukan umat atau bangsa:
“Sesungguhnya mereka (seluruh penduduk Madinah) adalah satu bangsa atau umat
yang bebas dari pengaruh bangsa dan umat manusia lainnya.”
Dalam pasal-pasal yang menyangkut hak asasi disebutkan:
“Bahwa hak dan kewajiban yang sama antara kaum Muhajir dan Anshor, dan
suku-suku lainnya seperti suku Aus, bani Saidah, bani al-Harits, bani Najjar,
dan sebagainya.” Pasal tentang persatuan disebutkan “Segenap orang-orang
beriman dan bertakwa harus menindak orang yang berbuat kezaliman, melanggar
ketertiban, penipuan, permusuhan di kalangan masyarakat, dan sebagainya.”Mengenai
pertahanan bersama disebutkan “Bahwa antara penduduk Madinah harus saling
membantu melawan musuh yang akan menyerang kota madinah. Tetapi apabila telah
diajak berdamai, maka sambutlah ajakan perdamaian itu.” Bahwa orang-orang
Yahudi dari suku Aus, baik diri mereka maupun para pengikutnya memiliki kewajiban
yang sama seperti penduduk Madinah yang lain. Bahwa barangsiapa yang keluar
atau tinggal di negara Madinah ini keselamatannya tetap terjamin kecuali mereka
yang berbuat aniaya dan melakukan kejahatan.[3]
Isinya
berimbang antara hak dan kewajiban kaum
Muslim dan Yahudi. Berikut ini beberapa butir isi daripada Piagam Madinah
antara lain:[4]
a. Kaum Muslim dari pihak Quraisy dan Yatsrib
(Madinah), juga orang-orang yang mengikuti dan berjuang bersama mereka adalah
satu umat.
b. Semua Muslim dari suku apa pun, harus membayar
siyat orang yang melakukan pembunuhan di antara mereka, dan menebus tawanan
mereka dengan cara yang baik dan adil.
c. Kaum mukmin tidak boleh menelantarkan
orang-orang yang menanggung beban utang mereka, tetapi harus membantunya dengan
membayarkan utang atau diyatnya.
d. Kaum mukmin yang bertakwa harus menindak tegas
orang yang melampaui batas di antara mereka, atau yang berbuat kezaliman,
kejahatan, permusuhan, atau pengrusakan meskipun dia adalah anak salah seorang
dari mereka.
e. Seorang mukmin tidak boleh membunuh mukmin
lain demi membela seorag kafir, tidak boleh juga membantu orang kafir untuk
memusihi mukmin lain.
f.
Orang Yahudi dan Kaum Muslim harus memikul biaya bersama-sama selama
semuanya berperang (mempertahankan Madinah)
g. Orang Yahudi Bani Auf satu umat dengan kaum
mukmin. Bagi kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslim agama mereka,
kecuali orang yang berbuat aniaya atau dosa maka dia tidak membinasakan kecuali
orang yang berbuat aniaya atau dosa maka dia tidak membinasakan kecuali dirinya
dan keluarganya.
h. Orang Yahudi wajib mengeluarkan biaya perang
mereka sendiri, begitupun juga orang muslim. Mereka semua harus saling bahu
membahu menghadapi orang yang memerangi pendukung piagam ini
i.
Jika di antara pendukung piagam ini terjadi pertikaian atau sesuatu
yang dikhawatirkan dapat membawa kerusakan, penyelesaiannya harus dikembalikan
kepada Allah dan kepada Muhammad utusan-Nya.
j.
Siapa saja yang memilih pergi dari Madinah maka keamanannya terjamin,
begitu juga yang memilih tetap tinggal, kecuali yang berbuat zalim atau dosa.
Beberapa butir
Piagam Madinah di atas mengisyaratkan bahwa outputnya ialah tiga ukhuwah yaitu
ukhuwah insaniyah, ukhuwah islamiyah, dan ukhuwah wathoniyah. Jika suatu negara bisa
menerapkan ketiga ukhuwah tersebut maka negara tersebut akan menjadi baldatun
tayyibatun wa rabbun gafur.
[1]Ali Masykur Musa, Membumikan Islam
Nusantara: Respons Islam Terhadap Isu - Isu Aktual, Jakarta: Serambi, 2014,
hal. 110.
[2]
Said Aqil Husin Al-Munawar, Islam humanis: Islam dan Persoalan Kepemimpinan, Pluralitas,
Lingkungan Hidup, Supremasi Hukum, dan Masyarakat Marginal, Jakarta: Moyo
Segoro Agung, 2001, hal. 22).
[3]
Muhammad Husein Haikal, Sejarah Hidup Nabi Muhammad,
(Jakarta:Tirtamas:1984) h. 224-226
[4] Syekh Ramadhan Al-Buthi, Fiqh
al-Sirah al-Nabawiyah Ma’a Mujaz Li al-Tharikh al-Khilafah al-Rasyidah,
Lebanon: 2007, h. 200
0 Komentar