اِنَّآ
اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ(1) وَمَآ
اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ (2) لَيْلَةُ
الْقَدْرِ ۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ (3)
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah
malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.”
Fokus dari ketiga
ayat tersebut terletak pada kata Lailatul Qadar. Rasulullah memberikan
perhatian penuh pada malam tersebut. Sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah:
”Barangsiapa yang mendirikan (ibadah) pada malam lailatul qadar atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” Melalui hadis tersebut, maka para ulama salafuna salih menafsirkan malam tersebut secara tersurat dan tersirat.
Imam Syafi’i
berkata, “Amal (ibadah) pada malam lailatul qadar lebih baik dari amal
seribu bulan.” Sehingga umat muslim menanti malam tersebut dengan
menjaganya lewat medium ibadah. Diantara mereka, ada yang menjaga dari awal
Ramadhan, ada yang menjaga pada sepuluh malam terakhirnya, ada yang menjaga
pada malam-malam ganjil pada sepuluh malam terakhirnya. Imam Syafi’i juga menamakan
malam tersebut juga malam penentuan atas amal-amal manusia di bulan Ramadhan. Artinya
manusia yang mendapatkan lailatul qadar secara otomatis ia akan istiqamah
beribadah setelah bulan Ramadhan.
Syekh Abdul Qadir
al-Jilani berkata, “Pada Lailatul Qadar itu malam yang agung atau malam
penentuan, dinamakan Lailatul Qadar karena keadaan malam tersebut tinggi
derajatnya dan malam yang kualitasnya berbeda. Karena Allah menentukan padanya
(pada malam tersebut) seperti halnya Allah memerintahkan ibadah sunnnah di
malam tersebut sama seperti ditahun-tahun yang akan datang.”
Lantas malam
keberapa di bulan Ramadhan yang menunjukkan Lailatul Qadar? Syekh Abdul Qadir
al-Jilani menerangkan bahwa lailatul qadar bertepatan dengan sepuluh malam
terakhir pada bulan Ramadhan. Beliau memastikan bahwa lailatul qadar jatuh pada
malam ke dua puluh tujuh di bulan Ramadhan. Imam Malik R.A berpendapat bahwa
seluruh sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan adalah lailatul qadar tanpa
menyebutkan kapan dan hari keberapa. Imam Syafi’i berargumen bahwa lailatul qadar
jatuh pada malam ke dua puluh satu di bulan Ramadhan. Adapun orang-orang yang
berpegang teguh kepada Sayyidah Aisyah R.A berpendapat bahwa lailatul qadar
jatuh pada malam ke Sembilan belas di bulan Ramadhan. Abu Dzar al-Ghifari dan Sayyidina Hasan bin Ali
bin Abi Thalib keduanya menyatakan bahwa lailatul qadar jatuh pada malam dua
puluh lima di bulan Ramadhan. Bilal bin Rabah meriwayatkan hadis Nabi Muhammad
Saw bahwa lailatul qadar jatuh pada malam dua puluh empat di bulan Ramadhan. Sedangkan
Abdullah bin Abbas dan Abi bin Ka’ab, keduanya berkata, “Sesungguhnya lailatul
qadar jatuh pada malam ke dua puluh tujuh di bulan Ramadhan.”
Adapun Imam Ahmad
bin Hanbal membahas tentang hal lailatul qadar yang disandarkan pada riwayat
Abdullah bin Umar Ra. Beliau berkata, “Mereka (para sahabat) senantiasa
mengkisahkan kepada Rasulullah bahwa mimpi mereka tentang lailatul qadar jatuh
pada malam ke tujuh pada sepuluh malam terakhir (malam ke-27 di bulan Ramadhan).
Lalu Rasulullah bersabda, “Aku mengetahui mimpi kalian, sungguh aku
membenarkan hal tersebut bahwa lailatul qadar jatuh pada malam ke-tujuh pada
sepuluh malam terakhir (malam ke-27 di bulan Ramadhan), barangsiapa yang
menyelidiki hal tersebut maka ia mendapatkannya (lailatul qadar) pada malam ke-7
dari sepuluh malam yang terakhir.”
Akan tetapi adakah
tanda-tanda dari malam lailatul qadar? Imam Nawawi mengungkapkan di dalam
majmu’nya bahwa malam lailatul qadar jatuh pada sepuluh malam terakhir di bulan
Ramadhan dan biasanya pada malam-malam ganjil. Ia juga berijitihad bahwa tanda
dari lailatul qadar yaitu tidak adanya cuaca panas dan cuaca dingin serta terbitnya
cahaya matahari pada pagi hari dengan terasa teduh.
0 Komentar