Kemudian hadits tersebut diperkuat oleh sabda Nabi Muhammad, “Telah datang kepadaku Malaikat dari Tuhanku azza wajalla yang menyuruh aku memilih di antara umatku masuk surga atau syafa’at[2] (Hamzah al-Husaini, 1991: 21).
Imam Ghazali
mengungkapkan bahwa syafaat pada nabi-nabi dan bagi para wali merupakan cahaya
yang timbul dari kemuliyaan ilahiyah kepada inti kenabian dan dia tersebar kepada
diri wali-wali Allah. Lalu pada setiap inti yang menguatkannya bersama inti
kenabian melalui kekuatan cinta, banyak memperhatikan sunah-sunahnya, dan
memperbanyak zikir dan shalawat kepada nabi Muhammad (Imam Ghazali, 2013: 14).
Al-Quran juga memberikan syafaat
kepada umat nabi Muhammad. Karena Al-Quran yang memberikan petunjuk kepada umat
manusia. Tanpanya, hidup manusia akan tersesat dan tidak terarah. Sebagaimana
Allah berfirman:
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى
لِّلْمُتَّقِينَ
"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak
ada keraguan pada nya dan petunjuk bagi orang yang bertakwa”. (QS Al-Baqarah/2
: 2)
Selain itu ada
Allah menyatakan lebih tegas bahwa Al-Quran merupakan syafaat (penolong) agar
tidak terjerumus dalam siksa neraka:
وَذَرِ
الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا ۚ
وَذَكِّرْ بِهِ أَن تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِن دُونِ
اللَّهِ وَلِيٌّ وَلَا شَفِيعٌ وَإِن تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَّا يُؤْخَذْ مِنْهَا
ۗ
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا ۖ لَهُمْ شَرَابٌ مِّنْ حَمِيمٍ
وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ
“Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan
agama mereka sebagai main-main dan senda-gurau, dan mereka telah ditipu oleh
kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Alquran itu agar
masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya
sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak (pula) pemberi syafaat
selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusan pun,
niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang
dijerumuskan ke dalam neraka, disebabkan perbuatan mereka sendiri. Bagi mereka
(disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan adzab yang pedih
disebabkan kekafiran mereka dahulu” (QS al-An’am/6: 70).
Jalaludin
al-Suyuthi menafsirkan ayat tersebut bahwa al-Quran adalah sebaik-baik nasihat
bagi umat manusia. Karena al-Quran merupakan penolong dan pemberi syafaat
manusia dari siksa api neraka. Maka tidak ada yang bisa menebus kesalahan yang
ada melalui berpegang teguh dengan al-Quran (al-Suyuthi, 1990: 564). Tafsir
tersebut menunjukkan bahwa al-Quran akan menjadi saksi dihadapan Allah. Selain
itu seseorang yang berpegang teguh kepada dirinya adalah benar-benar seorang
mukmin.
Sedangkan
redaksi sabda nabi Muhammad tentang hadis yang menyatakan bahwa al-Quran
memberikan syafaat diriwayatkan oleh Abd al-Allah bin Amru :
"الصِّيَامُ
وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ , يَقُولُ الصِّيَامُ : أَيْ رَبِّ , إِنِّي
مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ ,
وَيَقُولُ الْقُرْآنُ : رَبِّ , إِنِّي مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ
فَشَفِّعْنِي فِيهِ , فَيُشَفَّعَانِ "
“Puasa dan al-Quran keduanya memberi syafaat kepada seseorang
hamba, puasa berkata: (dalam perkataannya dia menyebut) Tuhanku sesungguhnya
aku melarang makan dan minum kepada seseorang di siang hari maka jadikanlah aku
perantara untuk menolongnya, dan al-Quran berkata: Wahai Tuhanku, sesungguhnya
aku melarang tidur kepada seorang hamba di malam hari maka jadikanlah aku
perantara untuk menolongnya”[3]
Melalui
pernyataan al-Quran, hadits, dan ulama-ulama salafu al-salih maka ada empat
jenis yang bisa memberikan syafaat yaitu al-Quran, puasa, nabi-nabi dan
wali-wali Allah. Cara untuk meraih syafaat dari al-Quran yaitu dengan membaca
dan berusaha memahami arti ayat-ayat di dalamnya. Mendapatkan syafaat dari
puasa senantiasa menjalani puasa sunnah dengan ikhlas dan mengharap ridha Allah
semata. Untuk menggapai syafaat dari nabi-nabi senantiasa membaca sirah-sirah
mereka dan khususnya bershalawat kepada nabi Muhammad saw. Sedangkan meminta
syafaat kepada wali-wali Allah dengan berkunjung kepada mereka dan bertawasul pada mereka.
Gambar diambil dari: kalam.indonews.com
[1] Ditakhrij Imam bin Majah di dalam Sunan no. 1441
[2] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Musa al-Asy’ari. Menurut
al-Haitsami, orang-orang yang meriwayatkan hadis ini tsiqat (dapat
dipercaya
[3] Hadis riwayat Abdullah bin Amru dari kitab Musnad Ibn Hambal no
hadis 98, dan status hadi marfu’
0 Komentar