Pandemi ini belum sepenuhnya di mengerti masyarakat tentang bahaya dan kemungkinan menularkannya walaupun setiap hari pemerintah hadir di media dan TV. Mereka yang melek informasi Covid-19 kebanyakan masyarakat perkotaan kelas menengah dan atas. Di sisi lain, alasan mencari nafkah dan faktor ekonomi tidak sepenuhnya bisa dijadikan pembenaran karena mereka harus dan tetap mencari nafkah untuk keluarga. Dikarenakan tidak optimal nya koordinasi bantuan pemerintah kepada rakyat dalam membantu pemenuhan kebutuhan hisup semalam pandemic covid-19. Masyarakat miskin di Indonesia bahkan sebelum pandemic telah mencapai jumlah yang tidak bisa dikatakan sedikit. Kesenjangan terjadi dimana mana. Pandemi covid-19 menciptakan masalah baru salah satu tingkat pengangguran yang tinggi dikarenakan PHK yang berlakukan beberapa perusahan.
Dibalik itu semua negara gagal hadir untuk rakyat nya dalam
membantu. Pemerintah fakta nya tidak serius dalam menangulangi masalah besar
yang menyangkut nyawa rakyat nya. Para dewan perwakilan rakyat bahkan terlihat
sibuk dengan urusan tidak penting. Dilansir dari kompas.com Pengesahan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR yang
digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta. Terkait Revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara (Minerba) disahkan menjadi undang-undang. Yang mana RUU Minerba dianggap hanya mengakomodasi kepentingan
pelaku industri batubara, tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan
serta masyarakat di daerah tambang dan megesampingkan kepentingan rakyat di daerah tambang, masyarakat adat dan
perempuan. Termasuk
yang sedang ramai diperbincangkan adalah RUU HIP yang menimbulkan kekesalan
masyarakat dan pada akhir berdampak pada aksi demo ditengah pandemi, Massa melakukan aksi unjuk rasa untuk menolak
pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) di depan
Gedung DPR/MPR RI Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (24/6/2020) berdasarkan kompas.com. Hadirnya RUU HIP ini dinilai tidak tepat dibahas di
tengah masa pandemi. Sebab, hal itu bukanlah menjadi urgensi untuk dibahas saat
ini.
Kegagalan
pemerintah dan kekecewaan rakyat Indonesia menjadi salah satu bentuk dari
kurangnya pengindahan arahan, karena dirasa pemerintah belum cukup memberi
mekanisme yang membantu rakyat dimasa pandemi. Maka rakyat harus tetap hidup
dengan tetap berjualan dipasar atau dikawasan tanah abang yang ramai dilihat
dalam berita. Ketika diwawancara mereka menangis dan mengeluhkan bahwa bantuan
itu tidak sampai dan mereka harus tetap menghidupa keluarga dengan anak anak
yang ahrus belajar dari rumah dan memakan biaya kuota internet karena tidak
adanya subsidi yang diberikan. Mereka pun harus tetap makan setiap hari nya.
Miris jika dibantingkan dengan artikel dari japantimes.co.jp dengan judul “How to get the ¥100,000 coronavirus payout from the Japanese government.” Pemeirntah jepang mampu memberikan tanggungan
kepada seluruh rakyatnya dan para mahasiswa mau pekerja asing yg tinggal di
jepang dengan membiayai kebutuhan hidupnya selama sebulan lebih kurang
Rp.13.000.000.000. belum termasuk kepada rakyat nya yang harus tutup took dan
berhenti kerja atau bekerja dari rumah, mereka akan mendapatkan 20-30 juta
sebagai bentuk penggantian dari gaji pekerjaan yang tidak dilakukan selama
pandemik. Masyarakat jepang diminta untuk tetap dirumah sampai kurva turun
dijepang. Terbukti kerja dan tanggung jawab pemerintah mampu dikuti oleh
masyarakat jepang yang dirasa aman karena telah dibiayaai oleh pemerintah.
Berbeda hal nya dengan masyarakat indonesoa yang masih banyak mengalami
kekurangan bantuan.
Lalu, Secara sosiologi kebudayaan, masyarakat Indonesia memiliki
budaya guyub yang kuat di antara budaya guyub itu adalah bercengkrama, gotong
royong, dan budaya ngumpul. Sehingga tidak mudah mengubah situasi kultural
tersebut karena telah melekat di tubuh sosial masyarakat yang berpengaruh dengan rasionalitas
masyarakat Indonesia secara umum yang masih
rendah. Kemampuan untuk mengumpulkan, menata, dan menguatkan argumen untuk
melakukan jaga jarak fisik masih rendah. Karena masih menganggap tidak penting, maka cenderung abai. Khusus nya masyarakat bawah belum menerima
informasi utuh. termasuk pengaadaan arahan pemerintah terkait PSBB yang
merupakan bagian dari perubahan budaya masyarakat Indonesia. begitu pula dengan
keadaan kebijakan new normal yang dianggap belum siap sesuai dengan ketentuan
WHO dan kurva yang mulai menurut atau landau. Faktanya Indonesia masih
mengalami peningkatan setiap hari nya.
Islam dalam fenomena wabah covid, dimana pada
cendikiawan dan Sebagian analis melihat fenomena ini sebagai upaya masyarakat
berdamai dengan krisis kesehatan yang merajalela. “Pada kasus konflik atau krisis yang tidak bisa dijelaskan,
orang cendrung merujuk pada mitos atau keyakinan kultural untuk menjelaskan
tentang apa yang sedang terjadi,“ tutur Professor Nabil Dajani, guru besar
studi media di American University of Beirut. Namun, masyarakat kini mulai dihadapkan pada penanganan medis yang
benar bukan pada budaya budaya penyebuhan yang tidak masuk pada akal. Contoh
nya yang sempat ramai adalah air yang divelupkan batu dapat menyembuhkan
berbagai penyakit dan nyatanya tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Islam pun
pengajarkan dan menganjurkan umat nya untuk berusaha dengan cara yang benar dan
bersabar atas cobaan yang telah diberikan oleh allah.
Pada sambutan acara secara online pada
Simposium Ekonomi Islam Al Baraka Sidang Tahunan ke-40 pada tanggal 9 Mei 2020,
Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, menyampaikan bahwa hampir di semua negara terutama
yang berpenduduk muslim, para ulama melakukan ijtihad untuk menetapkan fatwa
yang relevan dengan kondisi pandemi Covid-19 agar menjadi panduan di negara
masing-masing seperti untuk tenaga medis, para penderita, ataupun umat Islam
pada umumnya. Dalam ajaran islam, ijtihad merupakan
bagian dari fiqih (tata cara dan aturan-aturan dalam pelaksanaan Ibadah) yang
mempunyai karakter solutif terhadap permasalahan yang muncul dan meringankan
dalam aplikasi kebijakan. Untuk Itu pendekatan fiqih dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan membantu dalam pengambilan keputusan untuk mengahadapi pandemi
Covid-19 yang terjadi saat ini. Kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah saat ini sejalan dengan fiqih islam. Pertimbangan paling utama dalam
penetapan fatwa atau kebijakan adalah menjaga keselamatan jiwa, menjaga
keberlangsungan agama melalui rukhshah, dan menjaga
perekonomian. Fatwa yang dikeluarkan ulama diharapkan dapat menjadi panduan
dalam beribadah, membangun kesadaran dan solidaritas umat, serta kaitannya
dengan perekonomian umat. Dalam simposium tersebut Wakil
Presiden juga mengajak kepada semua peserta dan pengambil kebijakan dari
negara-negara muslim untuk bersatu, saling bahu membahu, membangun kerjasama dan
saling tolong menolong (at-ta’awun wat-tanashur) antar sesama maupun
antar negara yang membutuhkan, sehingga pandemi dapat ditangani dengan lebih
baik.
0 Komentar