Manusia sebagai bagian dari masyarakat menciptakan berbagai fenomena
sosial yang merangkai hubungan dan interaksi dengan manusia lainnya. Hal
tersebut yang menjadikan manusia tak bisa lepas dari gejala-gejala sosial yang
terjadi dalam kehidupan sosial. Berbicara mengenai pola kehidupan sosial
masyarakat, politik merupakan salah satu bagian muamalah yang rangka dasarnya
telah diatur dalam Al Quran. Sederhananya, Al Quran tak pernah mendefiniskan
secara ajek bentuk atau sistem pemerintahan apa yang ideal atau tepat,
melainkan ibarat dalam suatu proses pembangunan, Al Quran menjadi kerangka dari
prosesnya, memberikan rambu-rambu mengenai prinsip dasar dan kedudukan yang
harus diketahui bagi para pembacanya.
Dalam merangkai kerangka tersebut, politik
dalam hubungannya dengan Al Quran dikategorikan sebagai bagian dari muamalah hukum publik atau dikenal sebagai siyasah atau al-ahkam al-sulthaniyah
(politik dan ketatanegaraan). Perlu
diketahui bahwasanya berbagai aturan norma yang menjamin keharmonisan, keadilan
dan kesejahteraan hidup manusia di muka bumi ini telah ditetapkan
dan dihimpun oleh Allah SWT dalam ajaran muamalah. Oleh karena itu, menjadi
penting bagi muslim untuk melihat secara dalam implementasi muamalah dalam
politik yang telah diatur dalam Al Quran sebagai fondasi mereka untuk memproyeksikan
politik islam sesuai den
(1)
Kelompok yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang
serba lengkap didalamnya terdapat pula antara lain sistem ketatanegaraan atau
politik. Kemudian lahir sebuah istilah yang disebut degan fikih siyasah (sistem
kenegaraan dalam Islam) merupakan bagian integral dari ajaan islam. Lebih jauh
kelompok ini berpendapat bahwa sistem ketatanegaraan yang harus diteladani adalah sistem yang
telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw dan oleh para Khulafa al-rasyidin
yaitu sistem khilafah.
(2)
Kelompok yang berpendirian bahwa islam adalah
agama dalam pengertian barat. Artinya agama tidak ada hubungannya dengan
kenegaraan. Menurut aliran ini nabi Muhammad hanyalah seorang rasul, seperti
rasul-rasul yang lain bertugas menyampaikan risalah Tuhan kepada segenap alam.
Nabi tidak bertugas untuk mendirikan dan memimpin suatu Negara.
(3)
Menolak bahwa Islam adalah agama yang serba
lengkap yang terdapat di dalamnya segala sistem ketatanegaraan, tetapi juga
menolak pendapat bahwa Islam sebagaimana pendapat barat yang hanya mengatur
hubungn manusia dengan Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa dalam Islam tidak
terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai bagi
kehidupan bernegara.”
Melihat adanya perbedaan pandangan
kedudukan politik dalam Islam tersebut, satu hal yang harus dipahami adalah
bahwasanya Islam tidak hanya mengatur ibadah secara perseorangan, tetapi juga
mengatur urusan kolektif seperti bermasyarakat dan bernegara. Konteks untuk
dapat menciptakan masyarakat yang dekat dengan prinsip-prinsip ethic dan
moral yang terkandung dalam Al Quran menjadi urgensi kaum muslimin untuk peduli
dan memikirkan urusan ummat. Prinsip-prinsip politik islam yang terkandung
dalam Al Quran dikutip dari buku karangan Muhammad S. El. Wa. On The
Political System of Islamic State memuat sebagai berikut:
“(a). Prinsip
Musyawarah
Musyawarah merupakan prinsip pertama dalam tata aturan politik Islam yang amat penting, artinya penentuan kebijaksanaan pemerintah dalam sistem pemerintahan
Islam haruslah berdasarkan atas kesepakatan
musyawarah. Prinsip ini sesuai dengan ketentuan QS.3
(Ali Imran) : 159. Rasulullah saw sendiri sering
bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam segala urusan. Setiap pemimpin pemerintahan
(penguasa, pejabat,
atau imam) harus selalu bermusyawarah dengan rakyat atau umatnya.. Dengan musyawarah itu
pula semua pihak ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan.
(b). Prinsip Keadilan
Kata ini
sering digunakan dalam Al-Qur’an dan telah dimanfaatkan
secara terus menerus untuk membangun teori kenegaraan
Islam, seperti disebutkan dalam firman Allah QS.16
(Al-Nahl) : 90. Dijadikan keadilan sebagai
prinsip politik Islam, mengandung suatu konsekuensi
bahwa para penguasa atau penyelenggara pemerintahan harus melaksanakan tugasnya
dengan baik dan juga berlaku adil terhadap suatu perkara yang dihadapi.
Penguasa haruslah adil dan mempertimbangkan hak-hak warganya dan juga
mempertimbangkan kebebasan berbuat bagi warganya berdasarkan kewajiban yang
telah mereka laksanakan.
(c). Prinsip Kebebasan
Kebebasan
di sini mengandung makna positif, yaitu kebebasan bagi warga negara untuk memilih sesuatu yang lebih baik, maksudnya kebebasan berfikir untuk menentukam mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga proses berfikir ini dapat melakukan perbuatan yang baik sesuai dengan hasil pemikirannya.
(d). Prinsip Persamaan
Prinsip
ini berarti bahwa setiap individu dalam masyarakat mempunyai hak yang sama, juga mempunyai persamaan mendapat
kebebasan, tanggung jawab, tugas-tugas kemasyarakatan tanpa diskriminasi rasial, asal-usul, bahasa dan keyakinan.
(e). Prinsip
Pertanggungjawaban dari Pemimpin Pemerintah tentang Kebijakan yang diambilnya. Jika seorang pemimpin pemerintahan melakukan hal yang cenderung merusak atau menuruti kehendak sendiri maka umat berhak
memperingatkannya agar tidak meneruskan perbuatannya itu, sebab pemimpin
tersebut berarti telah meninggalkan kewajibannya untuk
memenuhi hak rakyatnya.”
Setelah kita telah mengenali kerangka yang dihadirkan Al Quran dalam politik islam, kita dapat melakukan implementasi atas prinsip dan kedudukan tersebut dengan berefleksi pada pada risalah Nabi Muhammad. Langkah-langkah Rasulullah dalam memimpin masyarakat setelah hijrahnya ke Madinah, juga beberapa kejadian sebelumnya, menegaskan bahwa Rasulullah adalah kepala sebuah masyarakat yang disebut sebagai negara. Pada awal pemerintahan Islam di Madinah, Nabi Muhammad sudah dikatakan sebagai kepala negara karena Islam telah mempunyai wilayah kekuasaan, masyarakatnya yang terdiri dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar, undang-undang peraturannya berupa piagam madinah dan masyarakat di luar muslim pun tetap dilindungi berdasarkan peraturan. Penyelenggaraan pemerintahan dalam ajaran Islam yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ini didasarkan pada prinsip-prinsip politik dan perundang-undangan pada kitab Al-Qur’an dan Sunnah. Bukti sejarah juga mencatat beberapa bentuk kegiatan politik yang dilakukan oleh Nabi Muhammad seperti, Perjanjian Aqabah dan Piagam Madinah serta jejak peran dalam kegiatan luar negeri dan dalam negerinya.
Dengan demikian, dapat kita
simpulkan bahwa relasi Al Quran dan politik adalah sebagai kerangka etika dan
moral manusia untuk menjalankan kegiatan politiknya tersebut. Bukan politik
sebagai tujuan, melainkan politik sebagai sarana mencapai tujuan yang lebih
tinggi (Republika, 2017). Bagaimana prinsip tersebut mempengaruhi kegiatan
politik kita dan bagaimana kita memandang kedudukan politik dalam Islam menjadi
manfaat kita dalam mempelajari politik dalam Al Quran. Walaupun demikian, untuk
dapat melakukan implementasinya dengan nyata, perlu digarisbawahi pentingnya
memahami risalah pemerintahan Nabi Muhammad untuk melengkapi pengertian sistem
pemerintahan yang masih kabur dalam Al Quran. Pada prinsipnya, konsep dan kegiatan politik
sistem pemerintahan dalam
Islam bertumpu pada keadilan.
Keadilan dalam hukum merupakan
sebuah mahkota. Kemudian, menjadi
sebuah keniscayaan untuk
senantiasa ditegakkan oleh
pemerintah. Pemerintahan
harus dibangun berdasarkan
asas-asas normatif untuk
mengatur negara yang berlandasan
pada asas amanat,
asas keadilan, asas ketaatan dan
sunnah
Sehingga di dalam sebuah sistem pemerintah dan ketatanegaraan, terdapat
sistem check and balances di mana mereka yang berhak dapat mengoreksi dan
berpartisipasi dalam jalannya suatu kegiatan politik suatu negara. Dalam konteks Indonesia, korelasi Islam dan politik juga
menjadi jelas dalam penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Ini bukan
berarti menghapus cita-cita Islam dan melenyapkan unsur Islam dalam percaturan
politik di Tanah Air
Sumber Foto : moeslimchoice.com
0 Komentar