Penulis :
Andrew Newberg dan Mark Robert Waldman
Penerbit : Mizan
Iman memberi kita kekuatan untuk mengarungi naik-turun
gejolak kehidupan, memberi makna dalam menghadapi musibah dan bencana,
memotivasi kita untuk berbuat baik. Kita sering mengatakan bahwa iman adalah
urusan hati. Iman terletak pada wilayah yang berbeda dari hal-hal rasional yang
diolah di otak. Buku ini menunjukkan bahwa iman merupakan hasil kerja aktivitas
saraf otak kita. Didukung oleh riset orisinal yang mengejutkan, menjelaskan
bagaimana otak kita mengonstruksi keyakinan terdalam dan asumsi tentang
realitas dan dunia di sekitar kita. Menggunakan sains, psikologi, dan agama,
yang menawarkan cara-cara melatih otak untuk mengembangkan sikap beragama yang
lebih tegas sekaligus fleksibel.
Kata "belief" dalam bahasa Inggris pertama kali muncul pada abad kedua belas, diadaptasi dari bahasa Jerman Kuno gilouben, "mencintai" atau "mencintai". Awalnya kata ini digunakan bersama dengan doktrin-doktrin keagamaan yang dianggap be-nar, merujuk pada kepercayaan dan seseorang ter-hadap Tuhan. Keimanan, bukan fakta, yang menjadi kata kunci di sini, keberadaan Tuhan tidak dapat diuji atau tunduk pada bukti pasti yang dikembangkan sains. Namun, metode ilmiah-dengan mengajukan hipotesis yang dapat dibuktikan melalui observasi atau eksperimen, dan kemudian mengumpulkan data untuk mendukung atau menolaknya-meruntuhkan banyak teologi yang telah kukuh terbentuk di abad keempat belas. Tumbuhan mengenai alam semesta milik Tuhan-dengan Bumi sebagai pusatnya-mulai runtuh karena sebagian konsep ini tidak sejalan dengan bukti-bukti yang terhimpun. Tetapi, apa yang terjadi jika kita tidak dapat membuktikan dengan jelas kebenaran atau ketidakbenaran suatu gagasan atau keyakinan tertentu? Kita kembali pada mekanisme dasar yang digunakan otak kita: persepsi, kognisi, konvensi sosial, dan mungkin yang terpenting, intuisi tentang apa yang agaknya benar. Jikalau suatu pengalaman atau gagasan tidak masuk akal, dan bila tidak terasa menyenangkan, maka kita mungkin tidak akan membangun sistem keyakinan yang sangat kuat.
Dalam Born to Believe, Andrew
Newberg, dan Mark Waldman mengungkapkan untuk pertama kalinya bagaimana
pandangan, ingatan, takhayul, moral, dan keyakinan kita yang kompleks
diciptakan oleh aktivitas saraf otak. Didukung oleh penelitian orisinal yang
inovatif, mereka menjelaskan bagaimana otak kita membangun keyakinan terdalam
dan asumsi terdalam kita tentang realitas dan dunia di sekitar kita. Dengan
menggunakan sains, psikologi, dan agama, penulis menawarkan rekomendasi untuk
melatih otak Anda guna mengembangkan rentang sikap yang lebih meneguhkan dan
fleksibel. Mengetahui bagaimana otak membangun makna, nilai, spiritualitas, dan
kebenaran ke dalam hidup Anda akan mengubah selamanya cara Anda memandang diri
sendiri dan dunia.
Keyakinan dapat
diartikan sebagai suatu perasaan bahwa sesuatu itu ada atau benar, pendapat
yang dipegang teguh, yang dipercayai atau keimanan. Secara khusus dalam
neurosains, keyakinan diartikan sebagai persepsi, kognisi, atau emosi apapun yang dianggap benar oleh otak,
dengan sadar maupun tidak sadar. Keyakinan digambarkan sebagai sebuah peta internal yang dibentuk oleh
lebih dari 100 miliyar neuron di otak. Dengan adanya peta ini, kita diarahkan
ke arah tertentu yang kita percaya merupakan tujuan. Proses
terbentuknya keyakinan seseorang dapat terjadi karena empat hal yaitu;
persepsi, kognisi, nilai emosional, dan konsensus sosial. Keyakinan kita merupakan kumpulan
dari pengalaman perseptual, evaluasi emosional, dan abstraksi kognitif yang
bercampur dengan fantasi, imajinasi dan spekulasi intuitif. Persepsi
diartikan sebagai semua informasi yang diterima oleh indera, tentang diri
maupun lingkungan sekitar. Kognisi merupakan proses kompleks yang terjadi di
otak melibatkan “fungsi luhur” otak seperti pemikiran, memori dan kesadaran.
Emosi merupakan pengalaman afektif yang dirasakan sehingga menambah nilai dan
intensitas bagi kedua proses sebelumnya.Sedangkan konsensus sosial adalah
masukan yang diterima seseorang dari anggota masyarakat. Keempat hal ini
digambarkan sebagai sebuah lingkaran yang saling mempengaruhi, diistilahkan
dengan “kendali identitas”. Semakin tinggi intensitas dari keempat faktor ini,
maka semakin nyata dan terpercaya sebuah keyakinan.
Contoh
berlakunya konsep ini dalam kehidupan adalah bahwa seorang anak yang dibesarkan
dalam lingkungan keluarga yang berpegang teguh terhadap nilai-nilai agama
(persepsi dan konsensus sosial), maka anak akan cenderung untuk memiliki
keyakinan terhadap Tuhan sesuai agama yang diyakini (meskipun persepsi dan
kognisinya masih belum sempurna), demikian juga sebaliknya. Jika di telaah,
banyak kisah para Nabi dan Rasul dalam mencari keberadaan Allah SWT, bermula
dengan persepsi, kognisi dan emosi. Intensitas ketiga proses ini sangat kuat
sehingga keyakinan para Nabi dan Rasul terhadap Allah sangat nyata dan teguh.
Walaupun secara konsensus sosial, apa yang mereka yakini bertentangan dengan
keyakinan yang berlaku di lingkungan hidup mereka.
Buku
ini menakar keberfungsian neuron pada skala yang relatif kasar. Jika kita mengamati daerah otak seluas
seperempat inci dengan alat bantu, area yang kita lihat mungkin berisi neuron,
dan mungkin hanya sebagian kecil yang aktif selama saya memikirkan
sesuatu. Pengukurannya sangat sulit,
terutama karena matriks seperempat inci tersebut terhubung dengan banyak segmen
seperempat inci lainnya, yang boleh jadi terkait dengan area kecil yang kita
amati. Dewasa ini, neurosains lebih
seperti seni daripada sains, terutama dalam cara ia mengembangkan proses mental
yang kompleks. Ia berisi asumsi,
perkiraan, postulat, dan rasionalisasi.
Itulah sebabnya para ilmuwan menuntut berbagai kajian yang diulas,
sebelum menerima sesuatu sebagai fakta.
Bahkan, 1.000 penelitian pun akan menyisakan sedikit keraguan, terutama
karena bukti yang sama dapat menghasilkan penafsir dan kesimpulan yang
berbeda. Namun, para penulis menyajikan
sebaik mungkin dengan informasi yang diungkapkan, walaupun mungkin tidak
memahami sepenuhnya tentang segala sesuatu, karena, sebagaimana yang jelaskan,
mekanisme utama persepsinya, secara kodrati, kenyataan yang ada di "luar sana", di luar jangkauan
otak.
Buku ini termasuk dalam genre buku
sains, lebih tepatnya neurosains. Neurosains adalah ilmu yang mempelajari
tentang otak dan sistem saraf. Aktivitas otak dan sistem
saraf diyakini penulis sebagai bagian tubuh yang bertanggung jawab
penuh terhadap munculnya keyakinan spritual atau keimanan terhadap Tuhan.
Keyakinan tentang hal ini didasarkan atas kajian ilmiah yang mendalam. Selama
puluhan tahun, para penulis bekerja di bidang Radiologi dan Psikiatri, dan
secara intens terlibat dalah kajian maupun penelitian tentang spiritualitas.
Oleh karena itu, tidak heran jika di dalam buku yang terdiri
dari 484 halaman ini, pembaca akan menemukan
segudang penjelasan ilmiah berdasarkan tinjauan neurosains tentang terbentuknya
keyakinan maupun ketidakyakinan terhadap Tuhan. Buku ini juga menawarkan analisis berguna tentang cara berhati-hati terhadap pikiran
yang berprasangka serta cara membedakan antara keyakinan yang merusak dan
keyakinan yang membangun saat kita berusaha menjadi ‘orang beriman yang lebih
baik’. Karya ini berusaha memahami hubungan antara biologi dan agama.
Perspektif neurosains terhadap
keyakinan seseorang tentang Tuhan, diulas secara bertahap. Bagian pertama
memuat cara otak mencipta realitas yang mengkaji tentang cara terbentuknya sebuah keyakinan
pada diri seseorang. Tentang
mengapa kita percaya tentang apa yang kita baca, dengar dan pikirkan. Dilengkapi
wawasan tentang bagaimana kita dapat secara konstruktif membangun keyakinan
dengan cara memperluas pemikiran disertai tinjauan lebih dalam terhadap orang
lain dan diri kita sendiri. Bagian kedua menguraikan tentang
perkembangan pada masa kecil dan moralitas. Tentang pemahaman yang terbentuk dari telaah otak terhadap
pengalaman transenden, kejadian-kejadian yang membentuk sebuah keyakinan,
sampai ke penjelajahan terhadap penyimpangan persepsi. Hubungan
antara otak dan realitas menjadi bagian paling akhir yang dijelaskan. Kedua penulis mengajak pembaca menempuh suatu petualangan
pemikiran yang pasti membangkitkan banyak pertanyaan, serta jawaban dalam
diskusi-diskusi yang mencerahkan. Apa yang dimiliki oleh kegiatan spiritual ini
dan bagaimana perbedaannya? Mengapa beberapa orang percaya pada Tuhan,
sementara yang lain menganut ateisme? Dari yang biasa hingga yang luar biasa,
kepercayaan memberi makna pada misteri kehidupan. Memotivasi kita, memberi kita
keunikan individu kita, dan pada akhirnya mengubah struktur dan fungsi otak
kita
Dalam menjelaskan konsep ini, penulis
menjelaskannya dengan menggunakan banyak istilah medis dan neurosains,
dilengkapi dengan penjelasan tentang sirkuit saraf yang cukup detail dan rumit.
Hal ini menjadi kelebihan, sekaligus kekurangan buku ini. Kelebihan karena
ilmiah (empiris dan rasional), selain itu disertakan juga fakta-fakta ilmiah
didalamnya.
Dan kekurangan
karena segmen pembaca sempit (neurosaintis atau mereka yang benar-benar
tertarik dengan neurosains dan filsafat), beberapa pembaca mungkin akan
mengalami kesulitan dalam memahami beberapa istilah. Meskipun kebanyakan riset
yang dilakukan menggunakan subjek penganut agama Kristen dan Budha namun ketidakberpihakaan penulis
dapat dinilai seimbang. Penulis dapat sampai pada titik bahwa keimanan akan
Tuhan akan menjadikan hidup menjadi lebih bermakna.
Akhirnya, berbagai konsep keyakinan
yang disajikan dalam buku ini ditulis dengan brilian dan hati-hati dengan
referensi ilmiah yang amat luas. Buku yang tidak berupaya meyingkirkan atau mengabaikan
keinginan untuk kita percaya, tetapi menjelajahi mengapa percaya dan
kepercayaan itu adalah aspek penting yang sudah terpatri dalam menjadi manusia.
Buku ini menjelaskan bagaimana kita melihat agama menggunakan
pendekatan sains. Hal-hal tentang bagaimana otak kita melihat konsep spiritual
yang mungkin tidak kita ketahui sebelumnya akan diungkap dalam buku ini. Membacanya
membuat saya sangat bersyukur kepada Allah SWT karena dilahirkan dalam keluarga muslim. Sangat
menjanjikan untuk dibaca mereka yang ingin menelusuri dan memperteguh keyakinan
tentang keberIslamanya dengan jalan yang berbeda.
.
0 Komentar