Ramadhan, bulan yang
penuh keberkahan dan kebahagiaan bagi umat muslim. Sebab pada bulan tersebut
turun rahmat dan ampunan Sang Rahman. Maka dari itu para ulama banyak menulis
kemuliaan dan keagungan bulan tersebut. Syekh Abdulqadir al-Jilani berkata, “Ramadhan
itu terdiri dari lima huruf ra’ ridwallah ridhanya Allah Swt., mim mahabatullah cintanya
Allah, dhad dhimanullah jaminannya Allah, alif ulfatullah kelembutannya Allah,
dan nun nurullah cahayanya Allah.” (Abdulqadir al-Jilani:2012:303). Perkataan Syekh
Abdulqadir al-Jilani tersebut tersirat makna bahwa bulan Ramadhan merupakan
bulan yang dilimpahkan berbagai macam kenikmatan, karunia dan pahala oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Sedangkan Imam Abdullah bin Alwi
al-Haddad mengatakan bahwa bulan Ramadhan itu adalah bulan yang agung derajat
dan kedudukannya di sisi Allah dan Rasul-Nya. Bulan Ramadhan juga layak disebut
sebagai penguhulunya bulan-bulan. (Abdullah al-Haddad: 2013:145). Maka
orang-orang shalihin banyak yang menunggu kedatangannya. Sebagaimana Rasul
bersabda, “Jika manusia mengetahui yang ada pada bulan Ramadhan berupa
karunia dan keberkahan maka mereka berharap dalam setahun itu bulan Ramadhan.”
Karunia dari Allah kepada seorang
muslim di bulan Ramadhan dengan menjalankan ibadah baik ibadah wajib, dan
ibadah sunnah. Ibadah wajib meliputi shalat 5 waktu, puasa, dan zakat fitrah.
Sedangkan ibadah sunnah meliputi shalat sunnah, membaca al-quran, dan ibadah
sahur. Jika ibadah-ibadah tersebut dijalankan dan dilaksanakan secara
sungguh-sungguh maka seseorang akan mendapatkan predikat orang yang bertakwa
sebagaimana janji Allah dalam firmannya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS Albaqarah/2:183)
Namun tiap individu menjalankan
puasa tergantung kadar iman dan takwanya. Maka Imam Ghazali berkata, “Ketahuilah
oleh kau bahwa puasa ada 3 bentuk, puasa u’mum
(biasa) yaitu puasa yang hanya menahan lapar dan kemaluan dari keperluan
syahwat, puasa khusus yaitu puasa yang menahan pendengaran, menahan penglihatan, menahan
lisan, menahan perbuatan, dan menahan perjalanan dan menahan seluruh anggota
tubuh dari dosa-dosa, puasa khusus lil khusus yaitu mempuasakan hati dari
kepentingan-kepentingan dunia, fikiran yang tertuju kepada dunia, dan menahan
itu semua karena ingin semua tertuju kepada Allah Swt.”
Sebagaimana
Rasulullah bersabda, “Jika kamu berpuasa maka hendaklah kamu mempuasakan
pedengaranmu, penglihatanmu, lisanmu, dan kakimu.” Sabda itu menunjukkan
bahwasanya puasa itu menahan diri dari
keburukan yang kita jalani dan yang kita terima. Sehingga Syekh Muzhafar
al-Kurmisiniy mengatakan bahwa puasa itu ada tiga bentuk yaitu puasa ruh yatu
dengan menyedikitkan angan-angan, puasa akal yaitu dengan melawan hawa nafsu,
dan puasa hawa nafsu yaitu dengan menyedikitkan makan dan jima’ (hubungan suami
istri).
Namun bukan
berarti puasa jadi malas dan enggan beraktivitas. Malahan Nabi Muhammad kala
itu menghadapi Perang Badar dalam keadaan puasa dengan keadaan yang
memprihatinkan. Dimana pasukan umat muslim hanya 313 orang sedangkan pasukan
kafir Quraish dengan jumlah ribuan. Akan tetapi kemenangan Allah anugrahkan kepada mereka melalui sebab
kesungguhan dalam menjalankan puasa dan kegigihan untuk mempertahankan
eksistensi Islam. Sehingga dulu Syekh Ibrahim bin Adham dalam kondisi puasa
Ramadhan melakukan aktivitas berlebih dibanding bulan-bulan lainnya. Aktivitas
Syekh Ibrahim bin Adham saat puasa yaitu berladang dikala terik siang hari,
beribadah di sepanjang malam dan menjaga sebulan penuh dengan tidak tidur pada
malam dan siang hari.
Kisah Syekh
Ibrahim bin Adham bisa dipetik ibrahnya bahwa kebaikan yang dilakukan bulan
puasa akan menjadi penghancur dosa. Sebagaimana Habib Muhammad bin Abdullah
al-Haddar berkata, “Ramadhan itu adalah bulan yang menghancurkan dosa-dosa
dan menenggelamkannya, bulan tersebut juga bisa disebut sebagai musimnya
kebahagiaan.” Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Apabila bulan Ramadhan selamat
maka selamatlah pada tahun tersebut.”
Keselamatan
pada bulan umat Rasul tersebut dengan menjaga waktu-waktu di dalam bulan
Ramadhan dengan mencari ridho Allah Swt melalui medium ibadah. Sebagaimana
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt mewajibkan puasa Ramadhan, aku mempertegas
kepada kalian untuk mejalankan ibadah pada bulan tersebut, maka barangsiapa
yang yang puasa dan mendirikan ibadah pada bulan tersebut dengan
sungguh-sungguh dan penuh keyakinan maka Allah akan menghapus dosa yang telah
lalu.”
Hadis itu
mengisyaratkan bahwa bulan Ramadhan penuh hikmah di dalamnya. Ibnu al- Qayyim
al-Jauziyah mengatakan bahwa tujuan dan hikmah berpuasa di bulan agung
tersebut. Tujuan puasa yaitu membebaskan ruh manusia dari cengkraman hawa nafsu
yang menguasai jasmaninya menuju sasaran penyucian dan kebahagiaan yang abadi.
Selain itu puasa membatasi intensitas keinginan hawa nafsu dengan jalan lapar
dan haus, hal itu menggerakan manusia untuk ikut merasakan betapa manusia di
dunia ini yang harus pergi tanpa sedikit makanan, mempersulit gerak setan, dan
mengekang organ-organ tubuh agar tidak berbelok kea rah hal-hal yang membawa
kerugian dunia dan akhirat.
Adapun
hikmah berpuasa menurut Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah yaitu memberikan pelindungan
kepada anggota badan baik pada bagian luar dan dalam. Puasa mencegah
kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh timbunan materi yang sudah busuk. Ia
mengusir racun-racun bakteri yang merusak kesehatan. Puasa juga mengobati
sakit-sakit yang berkembang dalam tubuh yang disebabkan oleh kekenyangan yang
berlebihan.
0 Komentar