Bandung, terkenal
dengan sebutan kota Paris Van Java. Julukan itu dipopulerkan pertama kali oleh
orang-orang Belanda. Sebutan tersebut mengarah pada kesibukan kota tersebut dengan sentra perdagangan, bisnis, dan kuliner. Terlihat banyaknya mall, distro,
café, dan tempat hiburan sebagai roda perekonomian yang berlangsung hingga saat
ini. Sehingga pada saat weekend, kota kembang itu berujung pada
kemacetan
Di tengah hiruk
pikuknya suasana Bandung ada makam wali-wali Allah. Akan tetapi makam wali Allah
yang saya kunjungi hanya dua yaitu Habib Usman bin Husein Alaydrus dan Habib
Ayib Muhammad bin Salim Assegaf. Makam Habib Usman Alaydrus terletak di dekat
Pasar Caringin Bandung. Beliau merupakan tokoh Nahdatul Ulama (NU) di Bandung.
Terbukti beliau pernah menjabat sebagai Rais Syuriah NU bandung pada priode
1950-1955 dan Rais Syuriah PWNU Jawa Barat pada tahun 1960-1970. Salah satu
kegemarannya yaitu menulis. Tulisan-tulisannya berbahasa sunda membahas seputar
ibadah. Kumpulan tulisan-tulisannya tentang ibadah dijadikan satu dengan judul Panggilan
Selamat. Adapun karya lainnya yaitu Sumber Peradaban, al-Muslih, dan
Tutungkusan.
Lokasi kuburan
Habib Usman Alaydrus memang tidak bisa masuk kendaraan mobil akan tetapi bisa
dilalui motor. Adapun sopir yang bersama saya menaruh mobil di luar gang dan saya
menelusuri gang-gang sempit untuk menuju ke kompleks pemakamannya. Akan tetapi
setelah saya sampai ke tempat tersebut terlihat kerindangan dan kesejukan
suasana di dalamnya. Hal tersebut mempunyai nilai filosofi yaitu ikhtiyar,
mujahadah, dan sederhana, Ikhtiyar dalam mencari keridhoan Allah, bersungguh-sungguh
dalam menjalani perintah Allah dan menjauhi larangannya, dan kewara’an serta
ketawadhuan dalam hidup.
Adapun makam kedua
yang saya ziarahi yaitu Habib Ayib Muhammad bin Salim Assegaf. Makamnya
terletak di Tempat Pemakaman Umum di Cibarunai, Bandung. Makamnya terletak di
atas pojok kanan. Pada saat saya ziarah waktu menunjukkan pukul 12:15, dalam
keadaan terik matahari yang menyorot. Ketika saya masuk ke area pemakamannya
ada tulisan “Harap melepas Alas Kaki”, dalam hati saya bergumam wah
nanti panas nih kaki saya kalau melepas alas kaki, walaupun disitu terdapat
rerumputan. Subhanawlah, ketika saya melepas sandal dan masuk ke area
pemakamannya malah berkebalikan dari kata hati saya, suasana teduh, rindang,
dan sejuk. Bahkan tidak ada rasa panas di kaki saya. Wawlahu A’lam
0 Komentar