Orang Betawi dan Habaib, dua termin yang tidak bisa dilepaskan. Ibaratnya cinta Orang Betawi kepada Habaib itu lengket seperti perangko. Penulis pernah mencatat pembicaraan salah seorang tokoh Betawi Tebet pada tahun 2007 yang pernah tinggal di Senayan, yaitu Haji Husein, ia menyatakan bahwa ampe kapanpun betawi kaga bisa dipisahin ama habaib. “Dulu gue ngaji ke Habib Ali Kwitang ntu jalan kaki dari senayan ke Kwitang. Saking cintanye ane bela-belain saban minggu.” , Ujarnya.
Selain itu penulis
pernah berbincang sama Babe Sadeli (tukang urutnya Habib Muhammad bin Ali bin
Abdurrahman Al-Habsyi), dia bilang, “Kalo kite cinte ama habaib pasti
kecipratan berkehnye. Waduh kalau ampe kite ga demen ame habib takut kualat.”,
tukasnya. Melihat kisah-kisah tersebut di atas merupakan stereotip cinta masyarakat
Betawi terhadap dzuriyahnya Nabi Muhammad. Namun,penulis ingin menilik adakah
ayat al-quran, hadis dan qaul ulama tentang cinta terhadap dzuriyah rasulullah
itu dianjurkan atau malah diwajibkan.
Adapun QS Asyuara ayat 23
menyebutkan,
ذَٰلِكَ
الَّذِي يُبَشِّرُ اللَّهُ عِبَادَهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ۗ
قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ ۗ
“Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah
menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh.
Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku
kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan".”
Imam
Baghawi memaknai إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي
الْقُرْبَىٰ yaitu kecuali
mereka yang memberi kasih sayang terhadap keluarga-ku (keluarga Rasulullah).
Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA di dalam khutbahnya, “Saya
dari keluarga Nabi Muhammad (Ahlul Bayt) yang
diwajibkan oleh Allah memberikan
rasa kasih sayang kepada setiap muslimin sebagaimana tertera jelas dalam QS Asyuara ayat 23.” Selanjutnya Sayyidina Hasan melanjutkan bahwa
di ayat yang sama tertera pula
وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً
نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا ۚ
“Dan siapa yang mengerjakan
kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu.” Sayyidina Hasan memaknai إقتراف
الحسنة pada ayat tersebut yaitu berupa kasih sayang kepada kami (Ahlul Bayt Nabi Muhammad) (Sayyid Abi Bakar
Syahabuddin al-Alawi: 1998:87).
Selain itu
kecintaan orang-orang betawi kepada para habaib juga didasari atas mereka (para
habaib) yang telah berjasa menyebarkan agama Islam di Nusantara. Sehingga
kecintaan orang-orang betawi kepada para habaib juga melalui menimba ilmu. Terbukti
tokoh-tokoh Betawi KH. Abdullah Syafi’i, Mualim Yunus, dan KH Syafii Hadzami
pernah belajar kepada Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang). Dimana
dalam pembelajaran tersebut juga disertai pengabdian terhadap gurunya, sebab
melalui pengabdian akan terasa keberkahan tersendiri. (https://www.nu.or.id/fragmen/pandangan-masyarakat-betawi-terhadap-figur-habib-lLtwp)
Saking cintanya orang-orang Betawi
kepada dzuriah Rasulullah maka mereka memanggilnya dengan sebutan tuan. Sebab
dahulu para habaib membeli tanah-tanah Batavia dan memberi perhatian kepada
penduduk sekitar. Sehingga erat hubungan antara keduanya sehingga cerminan
tersebut telah disabdakan Rasulullah yang diriwayatkan oleh Sayyidina Abdullah
bin Mas’ud, “Cinta terhadap keluarga Nabi Muhammad sehari lebih baik
dibanding ibadah (sunnah) setahun dan barangsiapa yang mati atas keadaan cinta
kepadanya maka ia akan masuk ke syurga.” (Sayyid Abi Bakar Syahabuddin al-Alawi: 1998:88).
Bahkan KH.
Abdurrahman Nawi pernah berbicara dalam salah satu majelisnya, “Kalau orang
Betawi (yang ngarti) jika ia melihat salah seorang dari zurriyah Rasulullah
itungannya sama dengan 40 orang a’lim maka itu kudu kita cintain. Cintainya
semampu kita, karena ada darah Sayyidina Hasan atau Sayyidina Husein yang
bersambung sampai Rasulullah.” Sebagimana hadis yang diriwayatkan oleh
Sayyidina Ali RA. Bahwa Rasulullah SAW pernah menggenggam tangan Sayyidina
Hasan dan Husein Radiyawlahuanhuma dan ia bersabda, “Barangsiapa yang cinta
kepadaku, cinta kepada ini (sambil menunjuk kedua cucunya), ayah mereka berdua,
dan ibu mereka berdua dia akan bersama ku dalam derajatku di hari kiamat.”
Namun jika kita
melihat seorang sayyid atau syarif yang prilakunya kurang menyenangkan, maka
sikap sayang kita kepada-nya sekedar berkata yang benar untuk meluruskannya
saja. Sebab wujud cinta kita tersebut adalah menyangkut dengan keimanan
seseorang. Sebagaimana hadis Rasululullah yang diriwayatkan oleh Sayyidina
Salman al-Farisi bahwa Rasulullah bersabda, “Tidak beriman seseorang sampai
ia cinta kepada ahlul baytku dengan kecintaan kepadaku.”
Di sisi lain
orang-orang Betawi jika datang ke majelis-majelis habaib di Jakarta maka mereka
membawa anaknya untuk sekedar diperkenalkan kepada habaib tersebut dan minta
didoakan untuk anaknya supaya menjadi anak yang solih atau solihah. Sebagaimana
Sabda Nabi Muhammad, “Ajarkanlah anak-anak kalian atas tiga point : cinta
kepada nabi mereka, cinta kepada ahlul baytnya dan cinta kepada Al-Quran.”
0 Komentar