كَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ
أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ
عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ
“Dan demikian (pula) Kami telah
menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi
saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu.”
Melihat ayat di atas bahwa al-Quran
menyimbolkan moderasi beragama dengan kata umatan washatan. Ibnu Katsir
berpendapat bahwa umatan washatan yaitu umat yang terbaik dari umat-umat
yang ada. Umat tersebut tidak lain adalah umat nabi Muhammad Saw atau umat
Islam. (Ismail bin Umar bin Katsir al-Qursyi
ad-Damasyqi:2015:73)
Prof Quraish Syihab mengutip perkataan Imam Ar-Razi bahwa
moderasi beragama itu umat yang adil. Umat yang bisa menempatkan sesuatu pada
proporsinya, tidak berlebihan dan juga berkekurangan dalam segala hal (Quraish
Syihab:2022:11). Sehingga umat yang demikian harus mempunyai ciri khas untuk
membedakan dengan umat lainnya. Bahkan
Allah sendiri yang menyuruh umat muslim mempunyai ciri khas tersendiri di dalam
bermasyarakat. Seruan tersebut telah termaktub di dalam al-Quran:
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah
ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.”
Maka karakter seorang muslim yang
dicirikan pada ayat di atas yaitu seorang yang mempunyai kasih sayang satu sama
lain bukan seseorang yang suka menyebarkan ujaran kebencian. Sebagaimana Rasulullah
bersabda
الْمُؤْمِنُ يَأْلَفُ
وَيُؤْلَفُ، وَلَا خَيْرَ فِيمَنْ لَا يَأْلَفُ، وَلَا يُؤْلَفُ، وَخَيْرُ
النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Orang Mukmin adalah orang yang ramah, dan diperlakukan dengan
ramah, tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak bebuat ramah, dan tidak
pula pada seseorang yang tidak diperlakukan dengan ramah, dan sebaik- baik
manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain.” (HR: Al-Thabarani)
Hadis tersebut mengisyaratkan
bahwa seorang mukmin yang menginternalisasi termin moderasi beragama di dalam
kehidupan itu berjiwa humanis. Jiwa yang humanis itu selalu bersikap ramah dan
santun dalam bertutur, bersikap, dan bertindak. Tanpa sikap-sikap tersebut bumi
pertiwi ini akan tidak tercipta persatuan dan kesatuan. Yang ada hanya
perdebatan, caci maki, dan membela kepentingan pribadi dan golongannya saja.
Namun apabila ditemukan
problematika atau permasalahan antara golongan dengan golongan lainnya atau
pribadi dengan pribadi lainnya maka diperlukan tabayun. Karena tabayun
adalah sikap seorang muslim yang moderat dalam menyelesaikan permasalahan yang
ada. Sebagaimana kata tersebut sudah termaktub di dalam al-Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا
بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS
Al-Hujurat/49:6)
Erwan Efendi menuturkan
makna tabayun yaitu mencari kebenaran atau kejelasan suatu fakta secara
hati-hati dan teliti. Apalagi di zaman sekarang ini sangat penting itu
melakukan tabayun supaya terhidar dari prasangka buruk. Allah juga memerintahkan
dalam surat Al-Baqarah ayat 6 bahwa setiap menemui berita dan informasi
hendaknya berhati-hati dan mencari bukti kebenarannya. (Erwan Efendi:2000:4)
0 Komentar