Ukhuwah Islamiyah
dibangun dengan kesadaran penuh oleh sesama muslim. Kesadaran tersebut yaitu
dengan mengenyampingkan ego dan kepentingan sesaat, untuk terciptanya saling
memahami satu sama lain. Walau terkadang pemikiran dan pandangan antara seorang
muslim dengan muslim lainnya berbeda. Namun hal itu bisa dikesampingkan untuk
mewujudkan masyarakat Islam yang harmonis.
Dokumentasi Pribadi |
Allah
telah menyatakan di dalam firman-Nya :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ
“Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat.” (QS: Al-Hujurat:10)
Ibnu Katsir memberikan catatan bawa
syaratnya ukhuwah (persaudaraan) di antaranya memenuhi hak saudaranya pada
urusan agama, ketahulilah suatu saat engkau membutuhkan saudaramu melalui hal
bantuan dan ia memberikan itu kepadamu. Namun, ingatlah ketika hal-hal
tersebut telah terpenuhi maka engkau jangan mengurangi atau menghilangkan
sesuatu tersebut. Malah kondisi tersebut menjadikan dirimu untuk bisa membantu
pula kebutuhan saudaramu itu serta memberikan solusi atas masalahnya. (Ibnu
Katsir:2015:221)
Penjelasan Ibnu Katsir tersebut
memberikan satu pandangan bahwa manusia itu adalah mahluk sosial, mahluk saling
membutuhkan satu sama lain. Apalagi bantuan sesama muslim itu harus menjadi
perhatian satu sama lain. Bagaimana dalam ajaran Islam mengajarkan setiap
tahunnya antara muslim yang mapan membantu muslim yang kurang mampu pada sebelum
hari Idul Fitri dan hari Idul Adha? Penyaluran beras zakat
fitrah, zakat mall, infaq, sedekah pada moment sebelum shalat Idul Fitri
dan penyaluran hewan kurban pada moment Idul Adha.
Quraish Syihab memberikan statement bahwa
faktor penunjang persaudaraan sesama muslim dalam arti luas atau sempit adalah
persamaan. Semakin banyak persamaan semakin kokoh pula persaudaraan. Persamaan
dalam rasa dan cita merupakan faktor yang sangat dominan yang mendahului
lahirnya persaudaraan hakiki dan yang pada akhirnya menjadikan seorang saudara
merasakan derita saudaranya. Sebagai contoh adalah mengulurkan tangan bantuan
kepada saudaranya sebelum diminta serta memperlakukannya bukan atas dasar take
and give tetapi justru mengutamakan orang lain walaupun dirinya sendiri
kekurangan. (Quraish Syihab:1993:359)
Hadis Nabi Muhammad yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar,
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ
وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ،
وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ
كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ
اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Seorang muslim adalah saudara bagi
muslim lainnya, dia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya disakiti. Barang
siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya.
Barang siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah
menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari kiamat.
Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutupi
(aibnya) pada hari kiamat.”
Di sisi lain Nabi berpesan kepada
sesama muslim untuk memperhatikan haknya. Sebagaimana sabdanya,
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ
السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ
الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
"Hak
muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang
sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang
bersin".
Hukum
dari menjawab salam itu fardhu a’in pada seseorang yang diberi salam. Adapun
fardhu kifayah atas hak jama’ah (sekumpulan orang) untuk menjawabnya. Meski
seorang muslim melintas disamping muslim lainnya lalu ia memberi salam, dan
tidak ada seorang selainnya maka ia wajib untuk
menjawabnya. Jika ia tidak menjawabnya maka seorang yang diberi salam
akan terkena dosa. Adapun seorang yang memberi salam kepada sekumpulan orang
maka cukuplah seseorang dari mereka yang menjawabnya, jika tidak ada seorang
dari mereka menjawabnya maka dosa bagi yang lainnya.
Adapun
seseorang menjenguk orang sakit itu harus mempunyai adab-adab. Adab-adabnya
antara lain yaitu jangan terlalu berlama-lama dalam menjenguknya, jangan
bertanya sakit apa kepadanya, jangan membuat orang yang lagi sakit ketakutan,
dan berilah semangat dan doa untuk kesembuhan atas penyakit yang dideritanya.
Doa bagi orang sakit tersebut ialah
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ
مُذْهِبَ الْبَاسِ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِى لاَ شَافِىَ إِلاَّ أَنْتَ ، شِفَاءً
لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
“Ya Allah Wahai
Tuhan segala manusia, hilangkanlah penyakitnya, sembukanlah ia. (Hanya)
Engkaulah yang dapat menyembuhkannya, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan
dariMu, kesembuhan yang tidak kambuh lagi.” ( HR. Bukhari, no. 5742; Muslim,
no. 2191). Bila diperhatikan adab-adab itu semua maka orang sakit
tersebut termotivasi untuk sembuh dari penyakitnya.
Sedangkan
mengiringi jenazah yang dimaksud dalam hadis di atas ialah hadir dalam
menyolati jenazah, mengiringi sampai tempat penguburannya, dan mengikuti proses
penguburannya. Sebagaimana Imam Nawawi al-Dimasqy berkata, “Adapun
mengiringi jenazah itu dihukumkan sunnah pada ijma’, baik jenazah yang dikenal
atau kerabat dekat atau selain keduanya.” Adapun kewajiban untuk mengurus
jenazah itu ada empat (menurut fiqih): memandikannya, mengafaninya,
menyolatkannya, dan menguburkannya. Pada setiap prosesnya tersebut dihukumkan fardhu
kifayah. (Habib Alwi
bin Abdullah Alaydrus:2017:91)
Pada ghalibnya, hukum memenuhi
undangan itu sunnah. Namun di sisi lain ada yang mengatakan fardhu kifayah
untuk memenuhinya. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad, “Jika seseorang
diantara kalian diundang ke suatu acara maka hendaklah datang ke acara
tersebut.” Undangan tersebut berupa pesta pernikahan, undangan makan-makan,
acara tujuh bulanan, acara aqiqah, dan acara khitan (Habib Alwi bin Abdullah
Alaydrus:2017:91).
Namun juga perlu diperhatikan dalam
acara pesta pernikahan untuk memperbanyak bangku untuk yang para tamu undangan.
Sebab umumnya pada acara pesta tersebut masih banyak terlihat para undangan
yang makan dan minum berdiri. Kemudian,
pada acara tersebut dianjurkan untuk dipisah untuk tamu undangan laki-laki dan
wanita. Di sisi lain, hiburan pada acara tersebut sebaiknya tidak terlalu
berlebihan.
Adapun hukum mendoakan orang yang
bersin setelah ia mengucapkan alhamdulillah itu pada mazhab Syafi’i itu dianjurkan.
Sebagaimanna hadis Nabi Muhammad Saw, “Hak seorang muslim atas muslim lainnya
itu mendengarkannya (alhamdulillah) dari orang yang bersin lantas menjawabnya
(yarhamukawlah/yarhamukillah).” Hadis lain juga menyebutkan, “Hak seorang
muslim atas muslim lainnya ada enam, salah satunya, “Apabila seseorang
bersin dengan mengucap alhamdulillah maka jawablah atasnya.” Hadis lain
berbunyi, “Apabila seseorang dari kalian bersin maka hendaknya berkata
alhamdulillah, dan seseorang yang berada di sisinya hendaklah menjawab,
yarhamukawlah (semoga Allah merahmatimu).” (Habib Alwi bin Abdullah
Alaydrus:2017:94).
Hadis akhir tersebut menunjukkan
bahwa menjawab bersin (yarhamukawlah) itu dianjurkan jika orang yang
bersin mengucapkan alhamdulillah. Namun apa orang yang bersin perlu diingatkan
untuk hal tersebut, sebagian ulama menyatakan untuk tidak mengingatkan dalam
pengucapan tahmid tersebut. Wawlahu a’lam.
0 Komentar