Nikmat, kata yang selalu berkaitan dengan apa-apa yang Allah berikan kepada manusia. Nikmat sehat, nikmat panjang umur, nikmat mendapatkan rezeki dan nikmat ibadah kepada-Nya, ketiga nikmat yang selalu diinginkan oleh orang-orang yang berakal. Tentu menyelami nikmat tersebut harus dibarengi dengan kata syukur, sebab syukur tersebut sebagai tanda terima kasih atas nikmat-nikmat yang telah dianugrahkan oleh Sang Khalik.
Nikmat berasal
dari bahasa Arab yang secara etimologi berarti kebahagiaan, atau kebaikan yang Allah berikan kepada
seseorang (Yusuf al-Baqai:2006:725). Di dalam al-quran sendiri kata nikmat
terdapat 138 kali. 18 kali kata tersebut dalam bentuk fi’il (kata kerja) dan 120 kali kata tersebut dalam bentuk isim
(bentuk kata benda). Adapun salah satunya dalam bentuk fi’il termaktub di dalam
QS Al-Fatihah/1:7
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan
(pula jalan) mereka yang sesat.
Sedangkan salah
satu kata nikmat dalam bentuk isim tertera di dalam QS An-Nahl/16:18:
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ
إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan jika kamu
menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Syekh Abdul
Fattah Abu Ghudah membagi nikmat itu menjadi dua yaitu nikmat secara ushul dan
nikmat secara furu’. Adapun ushul ni’mat itu banyak tidak dipungkiri, dan ushul
nikmat yang pertama yaitu iman kepada Allah dan mentaati kepada apa-apa yang
diperintahkan-Nya, melaksanakan apa-apa yang telah diwajibkan oleh-Nya, dan
mentaati apa-apa yang telah ditetapkan-Nya. (Abdul Fattah Abu Ghudah:2006:16)
Pernyataan
di atas memberikan satu pandangan bahwa ushul nikmat yang pertama yaitu
berkaitan dengan nikmat bertaqwa kepada Allah swt. Sungguh nikmat tersebut
sangat mahal sekali. Sebab nikmat tersebut tidak terlihat secara zohir akan
tetapi bisa dirasakan bagi orang-orang yang terus taat kepada-Nya. Tentu
pelaksanaan dari nikmat tersebut yaitu melaksanakan ibadah wajib dan sunnah. Dampak
dari nikmat tersebut yaitu ketenangan bathin dalam kondisi apapun dan selalu
ridho dengan ketentuan-Nya.
Ushul
nikmat yang kedua yaitu nikmat sehat wal afiyah, yang diantaranya selamatnya
pendengaran, penglihatan, hati dan seluruh anggota tubuh. Selamat tersebut juga
bisa dikatakan seorang bisa menempatkan diri dalam aktivitas yang dijalani dan
bermanfaat keberadaannya. (Abdul Fattah Abu Ghudah:2006:16)
Ushul
nikmat yang kedua berkaitan dengan nikmat jasmani. Nikmat melihat, nikmat mendengar,
nikmat berbicara, dan nikmat berjalan. Nikmat-nikmat tersebut harus digunakan
dalam hal-hal yang bermanfaat. Sebab, hal-hal yang bermanfaat tersebut misalnya
mencari nafkah, , bersosialisasi dalam satu komunitas, membantu orang lain dan
beraktivitas sehari-hari. Dampak dari melakukan kegiatan tersebut yaitu
kepuasan diri dalam menjalankannya.
Ushul
nikmat yang ketiga yaitu nikmat menuntut ilmu. Nikmat tersebut ialah nikmat
yang sangat besar sebab memahami hakikat ilmu yang mengantarkan manusia kepada
kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Di sisi lain ilmu tersebut adalah
nikmat yang agung, bagaimanapun ia menghasilkan nikmat, memberikan manfaat
kenikmatan untuk manusia, dan manusia yang memanfaatkannya akan mendapatkan
kenikmatannya. (Abdul Fattah Abu Ghudah:2006:16)
Adapun
furu’ul ni’mah (cabang dari nikmat) ialah nikmat memanfaatkan ilmu, nikmat membahagiakan
jasmani, memanfaatkan uang, nikmat menjaga ibadah-badah sunnah, seperti sholat
tahajud, memperbanyak membaca al-quran, dzikrullah, nikmat menjaga sunah-sunnah
kebersihan pada wajah, kedua tangan dan kuku, sunnah-sunnah melakukan kebaikan
misalnya bermuamalah dengan orang lain dalam pergaulan, berjabat tangan ketika
bertemu seseorang, masuk masjid dengan
kaki kanan, keluar masjid dengan kaki kiri, menyingkirkan duri di jalan, serta
melakukan hal-hal tersebut melalui adab-adab, sunnah-sunnah, anjuran-anjuran,
dan beberapa kewajiban yang telah ditetapkan. (Abdul Fattah Abu Ghudah:2006:16)
0 Komentar