The Smiling Habib, julukan bagi Habib Anis bin Alwi al-Habsyi Solo. Beliau adalah sosok yang masyhur di seantero Indonesia. Sosok yang sederhana, a’lim, a’bid, wara’, dan ikhlas. Di sisi lain, beliau selalu bersama kitab-kitab setiap hari, baik itu mengajar ataupun belajar. Dua aktivitas tersebut yang diridhoi Allah ta’ala. Sebab dengan mengajar, seseorang memberi pengetahuan dan wawasan sedangkan dengan belajar, seseorang menganggap bahwa ilmunya Allah itu luas. Diantara kisahnya yang menarik, tercermin dari sikap sumeh (murah senyum) dan dermawan yang dimilikinya. Ibu Nur Aini penjual warung angkringan depan Masjid Ar-Riyadh menuturkan, “Habib Anis itu bagi saya, orangnya sangat sabar, santun, ucapannya halus dan tidak pernah menyakiti hati orang lain, apalagi membuatnya marah,” terangnya. (https://jateng.nu.or.id/tokoh/habib-anis-bin-alwi-bin-ali-al-habsyi-guru-para-rais-nu-WjYYE+)
Namun
setelah Habib Anis al-Habsyi berpulang ke rahmatullah, masyarakat muslim di Indonesia
menunggu pengganti the smilling habib selanjutnya. Tentu hal ini sangat
sulit, sebab the smilling habib ini bukan hanya terlihat dari raut wajahnya
saja yang selalu senyum. Akan tetapi dibalik raut wajah yang senyum tersimpan
cahaya ilmu, cahaya ibadah, cahaya kewara’an, dan kelembutan hati. Menurut
penulis, sosok tersebut ada pada diri Habib Mujtaba bin Syihab.
Habib Mujtaba bin Syihab adalah
seorang pendakwah asal Palembang, Sumatera Selatan. Ia lahir pada 25 oktober
1988. Ia alumni Darul Mustofa, Hadramaut,
Yaman, pimpinan Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz. Konon yang
penulis dengar, ia menimba ilmu di Darul Mustofa lebih dari tujuh belas tahun.
Dari rentang waktu yang lama tersebut ia diberi mandat oleh Habib Umar mengajar
di tempat tersebut. Mandat tersebut, ia terima sebab perintah guru bagian dari
khidmah kepadanya.
Saya mengenal Habib Mujtaba bin
Syihab di tahun 2021, pada saat itu masa reses covid 19 yang melanda Indonesia.
Saya mengajak beberapa mahasiswa dan beberapa pelajar di sekolah menengah atas
untuk menemui dirinya. Pada saat itu kita buat acara obrolan santai dengan
generasi Z yang pembicaranya saya sendiri dan juga dia. Saya berbicara tentang
akal bagi pribadi muslim dan ia berbicara pentingnya suluk dalam kehidupan
generasi Z. Di saat itu, saya mencatat beberapa point penting dalam
kalam-kalamnya, suluk itu ada karena cinta, cinta kepada Allah, cinta kepada
rasulullah, cinta kepada gurunya, hati yang lapang dalam bergaul dengan sesama
manusia, dan waktu yang efektif bersama Allah.
Pada saat itu para akademisi
tertarik dengan konsep suluk yang disampaikan Habib Mujtaba bin Syihab. Sebab
konsep tersebut mengikuti ajaran dari gurunya Habib Umar bin Hafidz. Melalui
konsep itulah seseorang itu dicintai oleh orang banyak. Karena suluk tersebut
seseorang sangat berhati-hati dalam berkata dan bertindak.
Habib Mujtaba bin Syihab, yang
juga sebagai sekertaris Majelis Muwasolah Bainal ulama wal muslimin,
kegiatannya selain mengajar, ia rajin mengunjungi para shalihin di Indonesia. Sebab,
ia mengetahui bahwa nasehat para shalihin akan menjadikan diri seseorang lebih
baik lagi. Dari situlah namanya dikenal oleh khalayak umum. Ditambah lagi, ia pernah
sebagai pembicara di Podcast Deddy
Corbuzier di tahun 2023. Pada saat itu ada event besar yaitu kedatangan Guru
Mulia Habib Umar bin Hafidz.
Pada podcast Deddy Corbuzier, Habib
Mujtaba menjelaskan kesibukan gurunya di dalam keseharian. Dimana gurunya bisa
memanaje waktunya dengan rapih. Mulai dari mutholaah, mengajar, bertemu dengan
tamu, hingga bersama keluarga. Ketika itu Deddy Corbuzier bertanya kepada Habib
Mujtaba, “Kapan waktu Habib Umar bersama keluarga?” Ia menjawab, “Habib
Umar biasanya bersama keluarga di saat sehabis shalat Isyraq dan shalat Duha.
Pada saat itu, ia sempat mengajar cucu-cucunya dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari sesuatu maslaah atau perkara dari anak-anaknya.”
Melalui kisah tersebut, Habib
Mujtaba adalah sosok yang mencintai gurunya. Karena seseorang yang mencintai
gurunya akan tahu dan memperhatikan kegiatan dan aktivitasnya. Selain itu apa
yang diperintahkan selalu dijalankan dengan konsep sama’an wa thoatan (saya
dengar dan saya taat). Pada tahun 2024 ini, ia mendapatkan mandat dari gurunya
untuk balik ke Darul Mustofa untuk mengajar di sana. Tentu tanpa pikir panjang
ia hanya mengiyakan perintahkan gurunya demi mendapatkan ridho Allah Swt. Sehingga
aktivitas dakwahnya di berbagai tempat di Jakarta harus ditawakufkan sementara
sampai waktu yang akan ditentukan gurunya untuk balik ke Indonesia lagi.
Wawlahu a’lam
0 Komentar