Imam Ghazali berkata, “Ketahuilah bahwa saling mencintai karena Allah dan persahabatan di dalam agama itu adalah sebaik-baik kedetakatan, sebab hal tersebut dinaungi oleh baiknya akhlak.” Melalui pernyataan tersebut bisa diambil satu pandangan bahwa persahabatan yang dilandasi cinta karena Allah itu akan berbuah kebaikan. Sebab hal tersebut menunjukkan bahwa pertemanan itu bukan mencari tujuan pribadi akan tetapi kedekatan yang didasari oleh kemanusiaan, saling perhatian, membantu satu sama lain, selalu sharing untuk mendapatkan pencerahan, dan mengingatkan untuk tidak lepas dari kedekatan dengan Allah.
Persahabatan yang
abadi dan langgeng adalah persahabatan Rasulullah Saw, dimana beliau bersahabat dengan Sayyidina Abubakar
As-Shiddiq, Sayyidina Umar bin Khatab, Sayyidina Usman bin Affan, dan Sayyidina
Ali bin Abi Thalib. Persahabatan tersebut tidak telupakan sampai yamul qiyamah.
Sehingga dari persahabatan tersebut namanya selalu dikenang oleh para khatib Jumat
di dalam menyampaikan khutbah kedua di setiap minggunya. Hal tersebut telah
diungkapkan oleh Rasulullah, “Sesungguhnya kedekatan kalian kepadaku dalam
satu majelis di dasari oleh kebaikan-kebaikan akhlak kalian.”
Bahkan
Rasulullah memberikan statement bahwa Allah memilihkan sahabat yang salih bagi
orang yang ingin mempunyai karakter baik, “Barangsiapa yang Allah inginkan
kebaikan untuknya maka ia dekat kepada teman yang shalih, jika ia lupa maka
akan diingatkan, dan jika ia diingatkan maka akan melaksanakannya.”
Bersahabat dengan orang-orang shalih di zaman sekarang ini adalah sebuah kemuliaan.
Karena di zaman post truth ini orang-orang berlomba-lomba untuk menunjukkan
jati dirinya di media sosial. Sehingga sahabat yang shalih ini akan menunjukkan
jalan kebenaran dan kesabaran.
Kebenaran
bagi orang shalih dan kebenaran bagi orang duniawi sangatlah berbeda. Kebenaran
orang shalih itu selalu merujuk pada sifat-sifat Rasulullah, jujur, mandiri,
sabar, syukur, cerdas secara intektual dan spiritual, humanis, dan qanaah. Sedangkan
kebenaran bagi orang duniawi adalah kebenaran untuk memaksakan sesuatu untuk
dimiliki olehnya. Sehingga ketika kita berteman dengan orang salih maka kita
akan menerima sesuatu yang Allah diberikan kepada kita. Akan tetapi ketika kita
bersahabat dengan orang duniawi maka tidak akan puas terhadap pemberian
dari-Nya.
Kesabaran
bagi orang shalih yaitu selalu mengikuti alur kesabaran Rasulullah. Namun kesabaran
Rasulullah itu melebihi batas manusia pada umumnya. Ingatkah ketika di dalam perjalanan
Rasullah ke Yastrib, beliau dicaci, dimaki, dan dilempari kotoran. Akan tetapi
beliau hanya diam saja bahkan beliau berdoa untuk orang-orang yang melakukan hal
tersebut mendapatkan taufik dan hidayah. Kesabaran rasulullah itulah yang sejatinya
menjadi kemenangannya. Sebagaimana di dalam kesabaran terhadap balasan yang
sangat indah dari Allah. Sebagaimana di dalam QS Az-Zumar ayat 10:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ
أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Kesabaran
bagi orang duniawi yaitu kesabaran yang ada ketika ia mendapat sesuatu yang
diraih. Sabar yang demikian menunjukkan sabar yang semu. Sebab kesabaran
dilandasi oleh ketercapaian yang diinginkan. Sehingga ketercapaian itu
akan berbuah penyesalan dan kekecewaan. Di situlah timbul pernyataan, “Mengapa
saya dulu tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, namun hal
tersebut tidak bisa saya jalankan dengan sempurna.”
0 Komentar