Bisnis Perspektif Sufi oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S,Pd, M.Si, CETP (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)


Allah menciptakan bumi dan seisinya hanya untuk manusia semata. Tentu dengan penciptaan-Nya, kita harus selalu bersyukur tanpa batas kepada-Nya. Medium bersyukur kepada Allah Swt yaitu beribadah kepada-Nya. Karena memang manusia diciptakan untuk taat dan patuh kepada Sang Khalik. Sebagaimana Allah berfirman:



وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS Al-Zariyat/51:56)

              Namun termin ibadah dalam ayat tersebut tidak melulu dipersepsikan dengan ibadah vertikal saja akan tetapi manusia harus memperhatikan ibadah horizontal. Ibadah horizontal yaitu berkaitan hubungan baik antar sesama manusia atau dengan kata lain muamalah.  Mencari nafkah adalah salah satu ibadah ghairu mahdah yang wajib bagi setiap muslim. Mesti dalam pencarian rezeki tersebut, seorang muslim harus mencarinya dari hasil yang halal. Sebagaimana firman Allah Swt:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS Al-Baqarah/2:267)

Sungguh ada perbedaan di  kalangan ulama mengenai pencarian nafkah yang paling baik. Sebagian ulama mengatakan bahwa pekerjaan paling baik yaitu pengrajin dari buah tangan, Sebagian ulama mengatakan bahwa pekerjaan yang baik yaitu berdagang, dan sebagian ulama lain mengatakan bahwa bercocok tanam adalah salah satu pekerjaan yang paling baik. Adapun pernyataan-pernyataan tersebut semuanya mengadung kebenaran (Al-Hubaisi:2017:47). Namun ada satu hadis yang diriwayatkan oleh Sai’d bin Umair bahwa ia berkata bahwa nabi Muhammad Saw pernah ditanya:

أي المكاسب أفضل ؟ فقال رسول الله عليه و سلم: عمل الرجل بيده، و كل بيع مبرور

        Pekerjaan apa yang paling baik? Maka nabi Rasulullah Saw menjawab yaitu pekerjaan seseorang dari hasil tangannya, dan setiap penjualan yang mabrur. (HR. Hakim)

            Adapun Abu Ubaid memberikan statment bahwa kata al-mabrur dalam hadis tersebut yaitu ia yang tidak bercampur atas penjualan tersebut dari berbohong dan tidak pula sesuatu mengadung penipuan. Imam Hubaisi mengatakan bahwa mabrur di hadis tersebut yaitu tidak mengandung sesuatu yang syubhat, penipuan, dan curang (Al-Hubaisi:2017:48). Di sisi lain bai’in mabrur bisa dimaknai dengan bisnis yang jujur dan amanah.

            Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi). Nabi Muhammad adalah seorang pebisnis yang handal. Sang Mujtaba aktif di bidang perdagangan pada usia pertengahan 30-an. Tiga dari perjalanan dagang Nabi setelah menikah, telah dicatat dalam sejarah: pertama, perjalanan dagang ke Yaman, kedua, ke Najd, dan ketiga ke Najran. Diceritakan juga bahwa di samping perjalanan-perjalanan tersebut, Nabi terlibat dalam urusan dagang yang besar, selama musim-musim haji, di festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz. Sedangkan musim lain, Nabi sibuk mengurus perdagangan grosir pasar-pasar kota Makkah. (Veithzal Rivai Zaina, et.al:2022:20)

            Imam Ghazali mengatakan bahwa di dalam perdagangan itu harus memperhatikan tiga rukun: ada aqid (seorang penjual dan pembeli), ma’qud a’laih (objek transaksi), dan lafadz (ijab qabul). Seyogyanya, seorang pedagang tidak boleh bertransaksi dengan empat orang di antaranya: seorang anak kecil, seorang yang kurang waras, hamba sahaya, dan orang yang buta. Menurut Imam Syafi’i seorang anak kecil yang belum mukallaf (seorang yang belum dibebani syariat) dan seorang yang kurang waras dalam bertransaksi jual beli harus diwakili oleh seseorang yang mukallaf. Sedangkan seorang hamba sahaya yang berakal tidak sah jika bertransaksi jual beli kecuali mendapatkan izin dari tuannya. Adapun seorang yang buta, ia tidak boleh bertransaksi dalam jual beli disebabkan ia tidak bisa melihat sehingga tidak sah didalam muamalah tersebut. Namun ia boleh menyuruh orang lain dalam mewakili transaksi jual belinya. (Imam Ghazali: 1428H: 74)

            Berbicara maq’ud a’laih itu harus ada empat macam syarat-syarat dalam objek akad. Diantaranya, barang yang dijual harus ada ketika akad, barang harus sesuai ketentuat sya’ra, dapat diberikan waktu akad, dan barang harus suci. Imam Muhammad Jalaluddin al-Dimasyqi memberikan perhatian di dalam objek transaksi jual beli. Perhatian tersebut berupa keridhoan antara si penjual dan si pembeli. Hal tersebut ditunjukkan dengan barang yang dijual oleh penjual harus sama persis dengan apa yang diinginkan pembeli. Seperti yang dikatakan olehnya ketika ada seorang penjual sandal akan tetapi antara sandal kanan dan kirinya berbeda baik dari segi bentuk dan ukurannya. Maka tidak sah dalam pembeliannya. (Imam Muhammad Jalaluddin al-Dimasyqi:2005:117).

            Melihat pernyataan Imam Jalaluddin, maka sahnya transaksi jual beli dilihat dari kepuasan si penjual dan si pembeli. Artinya si penjual mendapatkan keuntungan di dalam penjualannya dan si pembeli mendapatkan barang yang diinginkan. Namun barang yang dijual tersebut tidak mengandung syubhat atau haram. Sebagaimana firman Allah Swt:  

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Baqarah/2:173)

Fenomena penjualan sesuatu yang diharamkan ini seakan lumrah terjadi di negeri ini. Seperti di online shop kini menjual marus atau darah daging sapi. Berbagai tafsir menjelaskan, masyarakat Arab jahiliyah menuang darah hewan ternak pada usus lalu membakarnya, kemudian memakannya ketika masak. Allah mengharamkan praktik memakan darah pada era Islam (Az-Zuhaili:1404 H:649). Selain itu ada toko sepatu yang menjual sepatu dengan kulit babi. Tentu penjualan itu juga haram. Sebab kulit yang digunakannya itu dari hewan yang telah diharamkan oleh syariat.




Posting Komentar

0 Komentar