Nabi Muhammad
pernah bersabda, “Kerjakanlah untuk dunia-mu seolah-olah engkau hidup selamanya,
dan kerjakanlah untuk akhirat-mu seolah olah engkau mati esok hari.” Hadis
tersebut bisa diambil satu perspektif bahwa seorang muslim harus memanaje
kehidupan untuk urusan dunia dan urusan akhirat. Urusan di dunia berupa mencari
nafkah dengan cara yang halal dan urusan akhirat dengan mendekatkan diri kepada
Allah Swt melalui medium ibadah. Jika keseimbangan itu dijaga oleh hamba-Nya
maka Sang Pencipta akan memberikan sesuatu yang tidak terduga olehnya.
Bila kita bermuhasabah atau kita renungi sesaat, ibadah yang kita lakukan hanyalah sedikit
waktu. Anggaplah kita hanya melakukan shalat lima waktu saja, dan satu waktu
shalat tersebut kita hanya melakukannya hanya lima menit. Disitulah akan
terjadi kufur nikmat kepada nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah. Karena Sang Khalik menyediakan waktu dua puluh
empat jam dalam sehari akan tetapi untuk bersamanya hanya dua puluh lima menit.
Adapun ada seorang hamba yang Allah cintai
dengan cara melindunginya dari kerakusan dunia. Biasanya hamba tersebut adalah
orang-orang salih atau orang-orang yang sudah jenuh karena dibudaki oleh dunia.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Apabila Allah sudah cinta kepada seorang
hamba maka Ia melindunginya dari hal-hal duniawiyah, sebagaimana salah seorang
di antara kamu melindungi orang yang sakit dari air.”
Para ulama salafuna salih melihat dunia ini seperti sebuah perhiasaan yang hanya berlaku ketika
ia ditempatkan secara proporsional akan tetapi perhiasaan tersebut tidak
ditempatkan di hati atau dicintai secara berlebihan. Sebab mereka menginginkan
perhiasaan yang abadi berupa kenikmatan di akhirat kelak. Sebagaimana Yahya bin
Muadz al-Razi mengungkapkan bahwa "Meninggalkan dunia berat dan meninggalkan
surga lebih berat dari itu, dan sesungguhnya maharnya syurga itu
meninggalkan dunia.”.
Imam
Fudayl bin Iyadh berkata, “Allah menjadikan keburukan itu kesemuanya di
rumah, dan Ia menjadikan kuncinya (keburukan) itu dengan cinta dunia. Allah menjadikan
kebaikan itu kesemuanya itu di rumah dan Ia menjadikan kuncinya (kebaikan) itu
dengan zuhud (menyedikitkan hal-hal duniawiyah).
0 Komentar