Orang yang Beriman Pasti Berharap Pada Allah Semata oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si, CETP (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)

           Keyakinan kepada Allah ini harus dijaga bagi seorang mukmin. Karena hal tersebut berkaitan dengan rukun iman yang pertama. Apalagi di zaman yang penuh dengan warna di era digitalisasi sekarang ini. Berapa banyak orang yang menjadi penjilat kepada atasanya, direktur, dan penguasa? Sehingga pada akhirnya ia terjebak pada ketergantungan kepada makhluk. Posisi tersebutlah akan terkikis keimanan kepada sang Ilahi. Kondisi yang demikian secara perlahan  akan jatuh kepada sifat munafik.

              Allah berfirman di dalam al-quran:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan bersungguh-sungguh  di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Baqarah/2:218)

Ayat di atas bisa diambil satu perspektif bahwasannya orang yang beriman ia selalu mereaktualisasikan dirinya melalui nilai-nilai qurani dan sifat-sifat nabawiyah. Reaktualisasi ialah menyegarkan potensi diri dengan menginternalisasi nilai keimanan, nilai syariat dan nilai akhlak disertai dengan sifat-sifat nabi Muhammad; siddiq, amanah, fathonah, tabligh, kemandirian, dan bertanggung jawab.

Selain itu orang-orang yang beriman juga selalu berharap pada Allah. Syekh Ahmad Zarruq menuturkan bahwasannya orang yang selalu berharap kepada Allah swt yaitu ia menempatkan karunia Allah Swt melalui pengimplementasian amal shalih secara komperhensif, kecuali ia tertipu (Abdul Qadir Isa:2017:241). Melalui pernyataan Syekh Ahmad diambil satu pandangan bahwasannya berharap kepada Allah bagian dari iman. Namun, harapan tersebut juga dibarengi menjaga hubungan baik secara vertikal dan horizontal.

Syekh Abdul Qadir Isa mengungkapkan bahwa berharap kepada Allah itu berbeda dengan berandai-andai. Maka dari itu orang yang berharap kepada-Nya, ialah ia yang melaksanakan jalan taat kepada Allah yang dengan ketaatan tersebut Ia ridha dan mengkabulkan hajat-hajatnya. Siapapun harus meninggalkan angan-angan dengan menggantinya dengan jalan-jalan ketaaatan dan kesungguhan kepada sang khalik. Sehingga ia tinggal menunggu jawaban dan karunia dari Allah Swt. (Abdul Qadir Isa:2017:241).

Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata, Sesungguhnya perkara yang paling saya takutkan dari kalian adalah mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan.Pernyataan tersebut memberikan kesadaran bahwa berandai-andai itu bagian dari hawa nafsu. Misalnya seseorang yang menginginkan sesuatu akan tetapi ia tidak mengerjakannya. Hal tersebut akan menjadi sia-sia. Sama halnya ia mengharapkan kehidupan yang nyaman baik di dunia dan di akhirat akan tetapi ia tidak mendekatkan diri kepada Yang Maha Pemberi Kehidupan dan Yang Maha Pemberi Rezeki.

Tentu kedekatan diri seorang hamba dengan Rabb-nya jangan hanya dikala ia susah saja. Hal ini telah lumrah terjadi pada diri manusia. Sungguh nabi bersabda, “Dekatlah engkau kepada Allah disaat kamu senang maka ia akan mendekat kepada mu dikala kamu susah.”

 

 





Posting Komentar

0 Komentar