Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (QS At-Talaq: 2-3)
Syekh Jamaluddin Muhammad al-Hubaisyi
memaknai bahwa taqwa ini adalah sebaik-baik perdagangan seorang yang beriman
kepada Allah SWT. Sebagaimana nabi Muhammad bersabda, “Jadikanlah taqwa itu
sebagai barang dagangan kalian. Dia datang kepada kalian akan menghasilkan
rezeki bukan dengan barang dagangan dan jual beli yang zahir.”
Melihat pernyataan Syekh Jamaluddin
di atas bukan berarti taqwa itu menjual agama demi kepentingan harta. Akan
tetapi Imam Qusyairi menyatakan bahwa taqwa itu tetap fokus untuk menjalankan
perintah Allah. Sampai Sang Ar-rahim mengapresiasi hal tersebut. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang bertaqwa kepada
Allah Swt maka Allah akan mengkaruniakan segala sesuatu untukya.”
Derajat orang-orang
yang bertaqwa ini adalah derajat yang mulia di sisi Allah Swt. Sebab sang
Rahman sangat mencintai mereka. Maka dipastikan seorang yang bertakwa melakukan
sesuatu ini untuk ibadah kepada-Nya baik pada kondisi senang atau pun sulit, ia
tetap konsisten beribadah sang Khalik. Sebagaimana Allah berfirman:
بَلَىٰ
مَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِ وَاتَّقَىٰ فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
(Bukan demikian), sebenarnya
siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (QS al-Imran/3:76)
Di sisi lain, Allah menginginkan umat nabi Muhammad itu
naik derajat menjadi umat yang bertaqwa, khususnya di bulan Ramadhan.
Sebagaimana hal tersebut tertuang pada di dalam al-quran:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa (QS al-Baqarah:183:)
Umumnya, orang-orang bertaqwa menghabiskan
waktu di bulan Ramadhan untuk beribadah, baik ibadah wajib ataupun sunnah.
Sebagaimana Imam Abdullah Al-Haddad berpesan, “Hendaknya kamu melakukan
amal-amal shalih khususnya di bulan Ramadhan. Karena bahwasannya pahala sunnah di
bulan Ramadhan itu sama nilainya dengan pahala wajib pada bulan lainnya.” Hal
tersebut telah diungkap oleh Rasulullah:
مَنْ تَقَرَّبَ فِـيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ
اْلخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِـيْماَ سِوَاهُ وَمَنْ أَدَّى فِـيْهِ
فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِـيْمَا سِواَهُ
Barangsiapa melakukan satu ibadah sunnah pada
bulan ini, maka pahalanya seperti menunaikan satu kewajiban di bulan lainnya.
Dan barangsiapa menunaikan satu ibadah wajib pada bulan ini, maka pahalanya
seperti menunaikan tujuh puluh kewajiban di bulan lainnya.
Hadis
di atas membuktikan bahwa Allah tidak pernah mengefisiensi pahala di bulan
Ramadhan. Ini juga sebagai bukti bahwa Allah sebagai Al-Syakur, Yang Maha
Membalas Kebaikan hamba-nya. Sekecil kebaikan seorang muslim di bulan Ramadhan
maka dibalas-Nya dengan ibadah wajib. Dari situlah fastabaqul khairat,
berlomba-lomba berbuat baik menjadi pilihan mudah bagi para muslimin. Paling
tidak banyak dari umat muslim memberikan makanan kecil atau takjil ketika
menjelang berbuka puasa.
0 Komentar